REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher) menilai pembangunan proyek kereta rel ringan atau light rail transit (LRT) Bandung Raya menggunakan sumber pendanaan dari APBN, bukan dari swasta. Ia beralasan, pendanaan yang diserahkan kepada swasta dikhawatirkan akan membuat harga tiket mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat.
"Pasti kan kalau dibiayai swasta apalagi dipaketkan satu dengan kereta cepat kita khawatir biaya tinggi. Hitung-hitungannya hanya bisnis karena swasta ingin untung. Wajar sebenarnya. Tapi nantinya yang dibebani adalah masyarakat karena tarif yang tinggi," kata Aher usai bertemu dengan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di Kantor Kemenhub Jakarta, Jumat (12/2).
Hal ini, lanjut Aher, berbeda dengan LRT Jakarta, di mana pembiayaannya sebagian dari APBN dan sebagian lagi diambil dari APBD sekaligus. Ia menjamin, pembiayaan dari APBN akan membuat harga tiket nantinya bisa lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Kalau (LRT Bandung) mahal kan jadi lucu. LRT Jakarta murah, LRT Jawa Barat mahal," kata dia.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Perhubungan, Hadi Mustofa Djuraid mengaku keputusan pembiayaan kereta rel ringan atau LRT dari APBN belum bisa dipastikan. Ia menyebut, permintaan dari Gubernur Jawa Barat ini masih dalam tahap pembahasan.
"LRT pakai APBN itu belum. Itu alternatifnya saja. Sementara ini, yang berinisiatif itu KCIC, nanti kita lihat apakah nanti akan dilanjutkan KCIC ataukah KCIC menyerahkan ke pemerintah, karena itu merupakan inisiatif KCIC untuk integrasi dengan kereta cepat. Kalau diserahkan kepada pemerintah mungkin polanya seperti (LRT) jakarta atau palembang itu dengan menggunakan kepres," kata dia.
Namun, Hadi mengakui bahwa pendanaan dari pemerintah dinilai bisa membuat tarif yang lebih terjangkau. Dengan tarif murah, lanjutnya, maka angkutan massal akan lebih diminati.