REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berjanji akan fokus pada pencegahan praktik kartel dalam komoditas pangan strategis sebagai langkah mendukung visi kedaulatan pangan Indonesia.
"Kami memfokuskan juga dalam pencegahan praktik kartel pada komoditas pangan strategis yang erat kaitannya dengan harga jual sehingga memengaruhi daya beli masyarakat dan makroekonomi secara keseluruhan," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Jakarta, Rabu.
Pihak KPPU memandang adanya kebijakan pemerintah yang kurang tepat sehingga dijadikan celah oleh sebagian pelaku usaha untuk mengambil keuntungan dan akhirnya masyarakat umum yang dirugikan.
"Hampir semua persoalan kartel di Indonesia disebabkan regulasi yang tidak pas sehingga membuka peluang terjadinya praktik tersebut. Oleh karena itu, kami harap dalam membuat regulasi hendaknya mengutamakan kehati-hatian dan sejalan dengan persaingan usaha pangan," katanya.
KPPU memandang persaingan usaha dalam bidang pangan hidak sehat karena pihak yang terlibat merupakan orang atau perusahaan yang sama dan tergolong besar dengan jumlah yang relatif sangat sedikit.
"Hal ini berpeluang membuka terjadinya persengkongkolan di antara pelaku usaha kartel untuk mengendalikan harga pangan," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, KPPU mendorong Kementan membuat regulasi yang mendorong masuknya pelaku usaha baru di komoditas pangan strategis.
"Dengan banyaknya pemain di komoditas pangan strategis, diharapkan akan membuka peluang terjadinya persaingan pasar yang sehat dan tidak dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu," ujarnya.
Saat ini KPPU tengah memperkarakan 32 fedlooter dalam kasus dugaan kartel daging sapi. Selain itu, KPPU juga tengah menyelidiki dugaan kartel ayam yang difasilitasi Kementan.
KPPU menemukan adanya indikasi kartel dalam pemusnahan dua juta ekor Indukan Ayam (Parent Stock) yang dilakukan beberapa perusahaan. Kesepakatan tersebut turut diketahui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan dengan alasan untuk mengangkat harga ayam di pasaran yang berada di bawah biaya pokok produksi (BPP) sehingga peternak merugi, terutama dalam 2 tahun terakhir.