Rabu 10 Feb 2016 14:36 WIB

'Harus Ada Lembaga Sensor Buku Anak'

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Ani Nursalikah
Anak membaca buku (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Anak membaca buku (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti Gender dan Seks Universitas Indonesia Gabriella Devi Benedicta mengatakan heboh buku mewarnai yang tercantum kalimat pornografi di media sosial disebabkan tidak adanya lembaga sensor terhadap buku anak.

"Harus ada lembaga sensor untuk buku anak, Karena Kemendiknas cuma untuk buku sekolahan," katanya, Rabu (10/2).

Ia mengatakan buku anak harus dikontrol karena harus bersifat edukatif. Selain itu, hal tersebut membuktikan pentingnya kendali orang tua menyeleksi buku anak.

Ia mengatakan orang tua tidak bisa asal beli buku untuk anak-anak. Orang tua harus melihat konten buku untuk anak-anak mereka.

Devi mengatakan adanya pengawasan orang tua ini tidak berarti penerbit lepas tangan dengan kasus ini. Penerbit juga harus disanksi karena kasus ini.

Menurut Devi, kalimat-kalimat provokatif yang mengarah pada pornografi dalam buku mewarnai bukan bagian dari pendidikan seks. Ia mengatakan dalam pendidikan seks media yang digunakan harus lebih edukatif.

"Anak-anak juga nggak bakal ngerti kalimat kayak gitu," kata Devi.

 

Baca juga:

Hewan yang Kita Anggap Lucu di Video Internet Sebenarnya Tersiksa

8 Atlet Muslimah yang Berani Dobrak Stereotip Perempuan Muslim

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement