Selasa 09 Feb 2016 12:20 WIB

Ini Pesan Jokowi di Hari Pers Nasional

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Angga Indrawan
 Presiden Joko Widodo disambut Gubernur NTB, M Zainul Majdi (kiri) dan Ketua Umum PWI Pusat Margiono, di Kawasan KEK Mandalika Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (9/2).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Presiden Joko Widodo disambut Gubernur NTB, M Zainul Majdi (kiri) dan Ketua Umum PWI Pusat Margiono, di Kawasan KEK Mandalika Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Presiden Joko Widodo mengharapkan pers Indonesia bisa menggerakkan dan membangun optimisme publik serta etos kerja masyarakat. Dan, membangun produktivitas masyarakat. Namun, sering kali yang muncul pers atau media memengaruhi masyarakat menjadi pesimistis.  

“Membangun optimisme publik dan membangun etos kerja masyarakat,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2016 di Pantai Kuta, KEK Mandalika, Selasa (9/2).

Menurutnya, pers sering kali terjebak pada berita-berita yang sensasional, ditambah dengan komentar pengamat, maka akan semakin ramai. “Saya berikan contoh berita seperti ini sangat mengganggu masyarakat, kalau saya tidak terganggu. Bayangkan ada berita judulnya 'Indonesia diprediksi akan hancur', ini bukan kali pertama,” katanya. 

(Baca juga: Kepentingan Ekonomi Gusur Independensi Pers)

Dia menuturkan, terdapat berita-berita dengan judul “Semua pesimistis, target pertumbuhan ekonomi tidak tercapai, pemerintah gagal, aksi teror akan habis sampai kiamat, kabut asap tidak teratasi, Riau terancam merdeka". Bahkan, berita yang lebih seram adalah "Indonesia akan bangkrut dan hancur, rupiah tembus 15 ribu, Jokowi JK akan ambruk”. 

“Judul seperti ini jika diteruskan dalam kompetisi seperti ini yang muncul adalah pesimisme, yang muncul adalah semua etos kerja tidak terbangun dengan baik, yang muncul adalah hal yang tidak produktif. Padahal, itu adalah hanya sebuah asumsi, tapi akan memengaruhi,” katanya. 

Jokowi mengatakan, pembentukan karakter, mentalitas, dan moralitas berada di pers dan media. Namun, di televisi sendiri tidak terdapat lagu-lagu nasional/kebangsaan yang dimunculkan pada tiap jam. “Alangkah sangat bagus (diputar) sehingga anak kita semuanya, dari Sabang sampai Merauke, akan hafal lagu nasional dan bukan bertumpu pada rating,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement