REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Istimewa Yogyakarta segera mengkaji kembali peta zona rawan longsor di empat kabupaten.
Komandan Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Wahyu Pristiawan mengatakan pengkajian diharapkan dapat memetakan zona rawan longsor hingga di titik paling dekat dengan permukiman warga.
"Kami harus meng-update lagi peta zona rawan longsor, untuk mengetahui kemungkinan adanya retakan baru secara mendetail," kata dia, Senin (8/2).
Menurut Pristiawan, selain sebagai upaya penguatan kesiapan memasuki puncak musim hujan, pengkajian kembali peta zona rawan longsor perlu dilakukan sebab pascakemarau panjang pada akhir 2015 dapat memunculkan retakan-retakan baru yang rentan longsor ketika terjadi hujan lebat.
Selain itu, lanjut Pristiawan, acuan data peta zona berpotensi gerakan tanah di DIY dari Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah mengalami perubahan.
Sesuai data PVMBG pada November 2015, di empat kabupaten di DIY, yakni kabupaten Bantul, Kulonprogo, Sleman, dan Gunung Kidul terpetakan 34 kecamatan berpotensi gerakan tanah, dengan 21 kecamatan di antaranya memiliki katagori kerawanan gerakan tanah "menengah-tinggi".
Sementara data terbaru PVMBG pada Februari 2016 yang diunggah di laman instansi itu, yang terpetakan sebagai kecamatan rawan gerakan tanah meningkat menjadi 42 kecamatan, dengan 31 kecamatan di antaranya memiliki katagori kerawanan "menengah-tinggi".
Pada 31 zona itu dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
31 kecamatan itu antara lain Turi, Pakem, Prambanan, Cangkringan (Sleman); Girimulyo, Kalibawang, Temon, Samigaluh, Pengasih, Naggulan (Kulonprogo); Imogiri, Kretek, Pundong, Pleret, Piyungan, Dlingo (Bantul); Patuk, Gedangsari, Nglipar, Tepus, Paliyan, Rongkop, Purwosari, Wonosari, Semanu, Karangmojo, Ngawen, Semin, Ponjong, Playen (Gunung Kidul).