Ahad 07 Feb 2016 16:40 WIB

Tren Vonis Bebas dan Ringan Koruptor Meningkat

Rep: Wisnu Aji Prasetiyo/ Red: Joko Sadewo
Masa yang tergabung dalam Aliansi Sapu Korupsi menggelar aksi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Masa yang tergabung dalam Aliansi Sapu Korupsi menggelar aksi "Sapu Bersih Koruptor" di depan Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai naiknya tren vonis ringan terhadap koruptor semakin mengkhawatirkan. Pada 2015 vonis koruptor didominasi oleh hukuman yang masuk kategori ringan.

"Mengkhawatirkan, tren vonis bebas dan ringan meningkat," kata Divisi Monitoring ICW Aradila Caesar di kantor ICW, Kalibata, Ahad (7/2).

Aradila menjelaskan pada 2015, hukuman untuk koruptor yang masuk kategori ringan sangat dominan. "1-4 tahun, sebanyak 401 terdakwa," ujar Aradila.

Sementara itu, kata dia, total terdakwa yang dinyatakan bersalah yaitu 461 orang. Jumlah tersebut, menurut dia, terbilang tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 372 terdakwa.

Aradila menambahkan, rata-rata putusan pidana yang dijatuhkan terhadap terpidana korupsi sebesar 2 tahun 2 bulan untuk tahun 2015. Sementara itu, untuk tahun 2014, rata-rata vonis hakim sebesar 2 tahun 8 bulan.

"Makin ke sini makin turun. Kami tidak tahu, tahun 2016 jangan-jangan bebas semua (koruptor)," katanya.

Menurut Aradila, kecilnya vonis hakim diduga disebabkan tuntutan jaksa yang juga rendah. "Untuk tahun 2015, rata-rata jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman 3,5 tahun," ujarnya.

Hal tersebut, kata dia, sangat ironis dengan vonis berat yang dijatuhkan kepada terdakwa. Pada tahun 2014, terdakwa yang divonis berat dengan hukuman di atas 10 tahun sebanyak 56 orang. Kemudian pada 2015 menurun drastis menjadi 3 orang.

Aradila menilai angka tersebut berkolerasi dengan banyaknya penyelenggara negara yang dijerat Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal tersebut, hukuman minimalnya hanya satu tahun. Oleh karena itu, ia menganggap revisi UU Tipikor terutama Pasal 3 perlu dilakukan agar minimal hukuman bisa lebih besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement