Kamis 04 Feb 2016 16:11 WIB

Viva: Kebijakan Pangan Amburadul

Rep: sonia fitri/ Red: Taufik Rachman
Viva Yoga Mauladi
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Viva Yoga Mauladi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menyebut kebijakan pangan pemerintahan rezin Jokowi amburadul. Salah satunya ditandai dengan longgarnya koordinasi antarkementerian yang menangani pangan. Pada akhirnya bukan hanya petani dan pengusaha yang dirugikan, tapi juga konsumen terdampak harga pangan yang tinggi.

"Sering kali Kementerian Pertanian (Kementan) menyalahkan pelaku usaha, tapi pelaku usaha dekat dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag)," kata dia dalam acara diskusi Bincang-Bincang Agribisnis bertajuk "Meningkatkan Populasi Sapi Potong vs Mencapai Harga Daging Murah Ke Mana Arah Kebijakannya" di Gedung Joeang pada Kamis (4/2).

Ia lantas menyinggung kelakuan pemerintah soal kebijakan impor jagung. Pada awalnya Kementan menahan masuknya 670 ribu ton jagung impor yang dilakukan pengusaha karena dianggap ilegal. Tapi jagung-jagung tersebut dibiarkan mangkrak.

Padahal jika ilegal, harusnya komoditas tersebut disita negara atau dilakukan re ekspor. Tapi pada akhirnya jagung-jagung impor tersebut dibongkar di pelabuhan dan dijual ke Bulog.

"Kemarin ada 445 ribu jagung impor yang didistribusikan ke peternak untuk pakan ayam untuk menurunkan harga daging ayam," katanya. Ia mengetahui hal tersebut setelah mendapatkan laporan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) komisi IV beberapa waktu lalu.

Yang lebih lucu, kata dia, izin impor Bulog sebanyak 600 ribu ton dibatalkan karena Bulog sudsh mengantongi jagung yang sempat ertahan di pelabuhan tersebut. Dari sana tampak jelas terdapat koordinasi yang tidak harmonis antarkementerian menyangkut kebijakan pangan nasional.

Kesemrawutan kebijakan soal pangan dimulai dari datanya yang diduga tidak valid. Kementan selalu menyebut produksi pangan tinggi berdasarkan data BPS. Padahal, BPS mendapatkan sumber data dari dinas di daerah yang tidak pernah menyebut produksi turun. Ia lantas menekankan validasi dan keakuratan data yang rentan dipolitisasi harus segera diakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement