Kamis 04 Feb 2016 07:40 WIB

Pemprov Papua Terapkan Pendidikan Bahasa Ibu di PAUD dan SD

Rep: C38/ Red: Winda Destiana Putri
Sekolah Dasar
Foto: Musiron/Republika
Sekolah Dasar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Papua memprakarsai kebijakan perencanaan kebijakan pendidikan multi bahasa berbasis bahasa ibu bagi siswa PAUD dan SD.

Penggunaan bahasa ibu ini dinilai sebagai langkah strategis menekan angka putus sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan di Papua.

"Menurut hasil pemetaan yang dilakukan oleh SIL dan Yayasan Abdi Nusantara Papua, ada 275 bahasa di tanah Papua sebagai bentuk kekayaan literasi sekaligus kekayaan budaya yang wajib kita lestarikan. Implementasi PMB-BBI untuk anak-anak PAUD dan kelas awal SD tidak bisa kita tunda-tunda lagi," kata Gubernur Papua, Lukas Enembe, dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (4/2).

Lukas menyampaikan hal tersebut dalam Lokakarya Akhir Pendidikan Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI) serta Peningkatan Kapasitas Guru dan Tenaga Kependidikan yang diadakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua.

Lokakarya ini juga dilakukan bersama Balitbang Kemendikbud, serta kemitraan ACPD yang didukung Uni Eropa, Australia, dan Asian Development Bank (ADB).

Lukas menambahkan, langkah percobaan PMB-BBI akan diterapkan pada 13 PAUD dan SD kelas 1 di Kecamatan Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, sebagai model pertama PMB-BBI di Papua.

Kebijakan PMB-BBI di Papua ini telah didukung oleh Pemprov lewat pasal 58 UU Otonomi Khusus Papua (UU 21/2001) yang menyatakan Papua harus memastikan pengembangan bahasa dan sastra daerah sesuai kebutuhan.

Menurut dia, Pemprov Papua mengembangkan sebuah rencana empat tahunan, mulai Juli 2016 untuk mengimplementasikan program percontohan PMB-BBI di Lembah Kuyawage ini.

Menurut survey sosiolinguistik, penguasaan bahasa Indonesia di kalangan penduduk Lanny Jaya  masih lemah. Bahasa pertama yang digunakan adalah bahasa Lani. Hanya 13 persen siswa yang lancar dalam kedua bahasa.

Karena itu, kata Lukas, penerapan PMB-BBI dinilai akan membuat proses pembelajaran di kelas awal dapat dipahami dengan lebih mudah, sekaligus melindungi bahasa lokal.

"Secara psikologis, anak-anak lebih siap belajar menerima bahasa lain di luar bahasa ibunya kurang lebih di kelas 3 SD," kata Ketua Tim Program PMB-BBI dari SIL International Indonesia, Joost Pikkert.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement