REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nusa Tenggara Barat menduga banyak tenaga kerja asing sudah merambah bekerja di sektor pariwisata di daerah itu tanpa dilengkapi dokumen izin bekerja.
"Kita perkirakan jumlah mereka di bawah seratusan dan ini bisa jadi bekerja secara ilegal," kata Lalu Moh Faozal di Mataram, Selasa (2/2).
Menurut dia, dugaan itu didasari banyak diantara tenaga kerja asing yang datang ke NTB dengan visa wisata, namun kenyataannya mereka bekerja dan kasus seperti ini banyak terjadi di daerah wisata, terutama tiga gili (Trawangan, Air, dan Meno).
"Kita sudah pernah mendeteksi keberadaan pekerja asing ini, terutama di kawasan wisata tiga gili Lombok Utara. Mereka awalnya datang berwisata tetapi di manfaatkan sebagai tenaga kerja," katanya.
Kendati demikian, dia juga tidak memungkiri pascapemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN, arus tenaga kerja asing tidak bisa di tahan. Mengingat kebijakan itu kerja sama pemerintah dengan pemerintah. Namun, meski begitu, pihaknya meminta kepada Imigrasi untuk memperketat pengawasan terhadap masuknya pekerja asing tersebut.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB mencatat jumlah tenaga kerja asing atau ekspatriat yang menjadi tenaga kerja di provinsi itu mencapai 93 orang.
"Mereka ini di pekerjakan di 69 perusahaan," kata Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, H Zaenal di Mataram.
Menurut dia, para tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di daerah itu, terbanyak di sektor pariwisata, dan sektor jasa. Mereka ini berasal dari 28 negara, terbanyak berasal dari Australia 16 orang, Prancis 11 orang, Italia 8 orang, Inggris 9 orang, Jerman 7 orang, Amerika dan Swedia masing-masing sebanyak 4 orang.
"Kalau asal negara lain berdasarkan data kita ada yang 2 dan satu orang tenaga kerja asing. Biasanya mereka ini bekerja di hotel, instruktur di tempat wisata, seperti di tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno)," katanya.
Meski demikian, Zainal mengatakan, jumlah ini belum termasuk dengan tenaga kerja asing yang bekerja di PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). "Kalau tenaga kerja asing yang bekerja di Newmont itu izinnya di tangani pemerintah pusat, kalau 93 orang ini, Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) ditangani provinsi," jelasnya.
Secara aturan terkait IMTA, kata Zaenal, untuk lintas provinsi di keluarkan pemerintah pusat, sedangkan lintas kabupaten dikeluarkan provinsi dan di dalam kabupaten dikeluarkan pemerintah kabupaten. "Jadi perpanjangan IMTA kalau untuk NTB dikeluarkan privinsi, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertans), begitu juga di kabupaten," ujar Zaenal.
"Total tahun 2015 kita ditargetkan dari pajak TKA ini Rp 700 juta, tetapi sampai September kita sudah melampaui target yakni Rp1,1 miliar, Kalau tahun 2014 kita ditargetkan Rp 500 juta terealisasi Rp 1 miliar," katanya.
Kata dia, pajak atau retribusi ini, dibayar langsung oleh tenaga kerja asing atau perusahaan yang memperkerjakan pada saat pengurusan IMTA. Pembayaran sendiri bisa dilakukan sebulan setiap pelaporan atau setahun sekali.
"Dasar pajak ini, Permenaker nomor 16 tahun 2014 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dan Perda 10 tahun 2013 tentang Retribusi Penggunaan Tenaga Kerja Asing," katanya.