REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menegaskan institusi DPR tidak hanya bertindak sebagai 'tukang stempel' dari pembahasan Undang-Undang bersama pemerintah.
Termasuk dalam revisi UU Terorisme yang diajukan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ini draf revisi UU Terorisme sendiri tinggal menunggu persetujuan resmi dari Jokowi untuk dibahas bersama DPR.
"Saya kira tidak, DPR ini bukan sebagai stempel, kalau ada yang tidak baik dari pemerintah kita koreksi," ujarnya di kompleks parlemen Senayan, Selasa (2/1).
Fadli menjelaskan, sikap dukungan partai politik tidak membuat DPR hanya sebagai stempel kebijakan yang diambil pemerintah. Jadi, soal revisi UU Terorisme, draf yang berasal dari pemerintah akan dikaji satu per satu. Sebab, DPR tidak ingin UU ini menjadi senjata bagi pemerintah untuk melakukan tindakan otoriter.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, kalau terjadi tindakan terorisme bukan salah dari UU yang sudah ada. Apalagi kejadian teror di Jalan Tamrin beberapa waktu lalu, jangan sampai mengkambing hitamkan UU Terorisme. Sebab, UU tersebut sudah memadai untuk aparat mengambil langkah dan tindakan serta pencegahan.
"Jadi jangan kejadian di Tamrin, kemudian disalahkan Undang-Undangnya," tegasnya.
Ia menambahkan, persoalan terorisme hanya pada implementasinya. UU yang ada sebenarnya sudah cukup dan memadai. Justru yang saat ini muncul adalah kesan bahwa dengan revisi UU Terorisme ini aparat hukum bisa mendikte masyarakat tanpa prosedur. Kalau ada yang dinilai berpotensi berhubungan dengan terorisme, langsung ditahan.
"Ini justru akan melanggar HAM," katanya.