Senin 01 Feb 2016 15:30 WIB

Rini Soemarno Sedih Kereta Cepat Dikritik tanpa Data Jelas

Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan paparan kinerja BUMN 2015 di Gedung Kementerian BUMN Jakarta, Selasa (19/1).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan paparan kinerja BUMN 2015 di Gedung Kementerian BUMN Jakarta, Selasa (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Rini Soemarno mengeluhkan adanya pihak-pihak yang mengkritik proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, tapi tanpa data dan fakta yang jelas.

"Saya sedih," kata Rini seusai berbicara pada seminar "Sinergi BUMN Menjawab Tantangan dan Peluang MEA", di Jakarta, Senin. kata Rini, Senin (1/2). "Sering kali ada orang yang bicara soal kereta cepat tanpa data dan fakta yang jelas."

Menurut Rini, dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, semuanya dilakukan secara terbuka serta dikalkulasikan secara b to b (business to business).

"Kalaupun kreditornya, dalam hal ini bank meminta sesuatu jaminan, itu soal jaminan dari aspek hukum, bukan jaminan utang," ujar Rini.

Sebelumnya, sejumlah pihak yang melontarkan komentar soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung meminta jaminan dari pemerintah. Meski diketahui, sejak awal proyek tersebut bahwa pemerintah sama sekali tidak memberikan jaminan dari APBN.

Rini menegaskan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang mulai peletakan batu pertama (groundbreaking) pada 21 Januari 2016 itu sama sekali tidak meminta jaminan utang dari APBN. "Menurutnya, pemegang saham dalam perusahaan patungan pengembang kereta cepat, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), meminta jaminan berupa kepastian hukum beroperasi," ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam hal investasi jangka panjang, meminta jaminan berupa kepastian hukum beroperasi merupakan hal yang lumrah. "Jaminan proyek jangka panjang harus ada komitmen dari pemberi lisensi. Kita minta jaminan, jangan tahu-tahu di tengah jalan (izin) ditarik. Matilah kita," ujarnya.

Kereta cepat diberi konsesi 50 tahun, kata dia mencontohkan, kemudian pemerintah mengubah menjadi 30 tahun yang mengharuskan trase diganti. Ini tentu mengakibatkan ada investasi tambahan, maka harus ada jaminan bahwa bagi kita bisa bernegosiasi lagi.

"Kalau ternyata aturan diubah, tentunya kita bisa mendapatkan kesempatan untuk bernegosiasi. Itu kan biasa," katanya.

"Jadi, dalam kereta cepat, perpresnya sudah jelas (tidak ada APBN) kalau saya melanggar, saya bisa kena pidana loh. BUMN-BUMN itu juga bisa kena pidana. Jadi, tidak ada jaminan pemerintah sehubungan dengan pinjaman maupun anggaran pemerintah, tidak ada dalam APBN," katanya menegaskan.

Untuk itu, Rini mempersilakan pihak berwenang untuk melakukan audit terkait skema pendanaan dan bisnis terkait proyek kereta cepat. "Silakan saja diaudit kalau itu mau diaudit. Kami terbuka saja," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement