REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Putusan hakim Pengadilan Negeri Meulaboh yang menghukum PT Surya Panens Subur (SPS) denda sebesar Rp 3 miliar atas dakwaan membuka lahan dengan cara membakar. penasehat hukum PT SPS Rivai Kusumanegara menganggap putusan majelis hakim kontradiktif.
Karena itu, perusahaan secara langsung menyatakan banding,” kata Rivai di Jakarta, Ahad (31/1).
Menurut Rivai, majelis hakim dalam pertimbangannya secara jelas menyatakan PT SPS tidak membuka lahan dengan cara membakar, sigap memadamkan kebakaran dalam waktu 5 hari tanpa bantuan instansi pemerintah, dan sudah melakukan upaya pencegahan kebakaran. Namun, secara tiba-tiba majelis hakim juga memvonis PT SPS bersalah dan dikenai kewajiban membayar denda Rp 3 miliar.
Putusan majelis hakim dalam sidang yang dipimpin hakim Rahma Novatiana atas kasus kebakaran yang terjadi pada 2012 itu juga dinilai janggal. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan, ketika terjadi kebakaran, pihak perusahaan telah melakukan upaya pemadaman. Namun, kebakaran menjadi tidak terkendali akibat angin yang sangat kencang. Lahan yang terbakar tidak dalam satu hamparan yang menjadi bukti ada upaya pengendalian dan pemadaman dari perusahaan. Bukti lain, ada tanaman sawit di lahan seluas 500 hektare lebih yang terbakar yang membuat perusahaan mengalami kerugian.
Majelis hakim juga mengakui PT SPS telah membuka lahan dengan cara tanpa bakar yang dibuktikan dari kontrak dan pembayaran ke kontraktor pembukaan lahan. Hasil laboratorium yang diajukan penuntut umum pun terbukti telah diubah kordinat-kordinatnya. Demikian pula, dari 12 titik pengambilan contoh tanah, hanya tujuh yang diuji di laboratorium. Laporan hasil uji lab juga ada perubahan, yakni dari ‘dibakar’ menjadi ‘terbakar’. Bukti hasil uji lab tersebut dinilai majelis hakim tidak didasarkan fakta dan prosesur pengambilan sampal yang benar.
Majelis hakim juga melihat saat sidang di lapangan, bekas kebakaran telah tumbuh kembali. Namun, pada bagian akhir putusannya majelis hakim menyatakan perusahaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah membuka lahan dengan cara membakar. Atas dasar hal-hal di atas, maka majelis hakim menghukum perusahaan dengan denda Rp 3 miliar dan dibenani biaya perkara.
Penasehat hukum PT SPS lainnya, Trimoelja D Soerjadi menambahkan, fakta-fakta yang terungkap di persidangan jelas membuktikan PT SPS tidak melakukan pembakaran lahan dan tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Justru sebaliknya, kata Trimoelja, PT SPS terbukti telah menerapkan sistem pembukaan lahan tanpa bakar dan saat terjadi kebakaran dengan segera memadamkan api dengan mengerahkan Tim Kesiapsiagaan Tanggap Darurat (TKTD) serta masyarakat sekitar yang jumlahnya ratusan dan dilengkapi sarana pemadam yang memadai seperti puluhan mesin robin dan juga mobil damkar.
“Pemadaman tersebut berjalan efektif sehingga api dapat padam dalam waktu yang relatif singkat sekitar 5 hari,” ujar Trimoelja.
Dalam persidangan sebelum vonis, saksi ahli perkebunan dari Ditjen Perkebunan I Gede Putu Karwadi menjelaskan, sarana prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran PT SPS telah memadai dan pemadaman dalam waktu sekitar 5 hari yang dilakukan PT SPS merupakan prestasi. Perusahaan juga dinilai telah menerapkan sistem kehati-hatian dalam mencegah kebakaran lahan dengan dengan menerapkan SOP pencegahan dan pengendalian kebakaran, adanya patroli oleh centeng api, deteksi dini melalui menara api, penyadaran bahaya api kepada masyarakat melalui plang peringatan dan absensi di pos masuk PT.
Hal senada diungkapkan saksi ahli Profesor Gusti Z Anshari, Profesor Muhammad Noor, dan Doktor Gunawan Djajakirana, yang menyatakan kebakaran yang terjadi di lahan PT SPS hanya bersifat kebakaran permukaan (surface fire). Artinya, api tidak sampai membakar gambut, sehingga adanya kebakaran tersebut tidak sampai menimbulkan kerusakan gambut.