Jumat 29 Jan 2016 18:51 WIB

Ketika Mensos Berkisah Soal Eks Gafatar

Rep: C38/ Red: Citra Listya Rini
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, menuturkan kisah perjumpaannya dengan remaja eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Ia mengaku sempat berdialog dengan salah satu anggota Gafatar yang dijanjikan menjadi Menteri Pendidikan.

"Saya berkunjung ke Pontianak. Ada bapak-bapak asal Bangka menangis mencari anak perempuannya yang ikut Gafatar. Anak perempuan itu konon dijanjikan jadi menteri pendidikan," kisah Khofifah, dalam acara peresmian Panti Asuhan Hidayah, di Jatisampurna, Bekasi, Jumat (29/1).

Setelah dipulangkan, lanjut Khofifah, dia undang anak perempuan itu ke kediamannya di Jakarta. Mereka berdialog panjang lebar. Sang ayah berulangkali menangis mendengar ucapan anaknya. Menurut anak itu, orang tua hanya perantara kehadiran di dunia kalau tidak ikut Gafatar. Mereka tidak wajib birrul walidain. Orang tua baru dianggap orang tua kalau sama-sama ikut Gafatar.

Ia mengakui, proses internalisasi doktrin di kalangan Gafatar luar biasa efektif. Ketika berkunjung ke Pontianak, rombongan Mensos disambut dengan mars Gafatar. Anak-anak hafal mars tersebut di luar kepala. Pasalnya, anak-anak itu dibangunkan dan diajak menyanyikan mars Gafatar setiap hari sekira pukul dua pagi.

Menurut Khofifah, dari 2000 lebih eks Gafatar yang pernah dia kunjungi, tidak ada satu pun yang melakukan shalat lima waktu. Mereka memiliki nabi lain setelah nabi Muhammad dan mementahkan syariat Islam. Kaum perempuan di sana juga sudah melepaskan jilbab. "Ketika saya tanya kenapa tidak sholat, mereka jawab shalat itu cukup di dalam hati," katanya.

Menteri berlatar Nahdlatul Ulama ini prihatin, umat Islam seringkali meremehkan doa para kyai atau ustaz yang memohon supaya ditetapkan iman Islam. Padahal, ujian dan godaan bisa datang kapan saja. Masyarakat baru sadar pasca merebaknya aliran menyimpang, seperti Gafatar. Menurut Khofifah, fenomena ini harus menjadi catatan bersama untuk memagari keluarga, lingkungan, dan jamaah.

Dalam kesempatan itu, Khofifah juga meminta para pemilik panti asuhan dan pondok pesantren supaya ikut melakukan pengawasan terhadap materi-materi yang diajarkan oleh guru atau ustaz di pondok mereka. Sebab, ungkap Mensos, di Bandung sudah ada pondok pesantren yang mengajarkan radikalisme, bahkan teridentifikasi dengan ISIS. Pemilik pondok tersebut kecolongan oleh pengajar atau ustaz di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement