Kamis 28 Jan 2016 09:19 WIB

DPD Minta Pemerintah Perbaiki Pelayanan Kesehatan

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Winda Destiana Putri
BPJS
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
BPJS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memperbaiki kebijakan pelayanan kesehatan yang dalam pelaksanaannya masih menimbulkan sejumlah persoalan.

Ketua Komite III DPD RI, Hardi Slamet Hood mengatakan, permasalahan di daerah asal pemilihan yang terkait dengan sistem pelayanan kesehatan, sistem pengadaan obat dan pengangkatan tenaga kesehatan.

Anggota Komite III DPD RI asal Jambi, Daryanti Uteng menyatakan, dirinya menemukan ada kekosongan tenaga medis seperti dokter dan apoteker di sebagian puskesmas yang ada di provinsi Jambi. Untuk itu Ia berharap pemerintah dapat memprioritaskan pengangkatan tenaga medis PTT menjadi CPNS pada tahun ini.

"Ada sekitar 186 puskemas di Jambi namun hanya sebagian besar saja yang memiliki dokter, tidak semuanya. Jambi kekurangan tenaga dokter dan apoteker. Perlu dipikirkan bagaimana supaya merata," kata Daryanti, rapat kerja Komite III DPD RI dengan Menteri Kesehatan, Nila Djuwita Moeloek di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Rabu (27/1).

Anggota Komite III DPD RI lainnya, Delis Jukarson Hehi asal Sulawesi Tengah mempertanyakan program dokter layanan prima yang dinilai bertabrakan aturannya antara UU Pendidikan Kedokteran dengan UU Praktek Kedokteran. Ia juga mempertanyakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan tenaga medis terutama di daerah pelosok.

Menurutnya, dokter umum saat ini harus menempuh lagi syarat menjadi dokter layanan primer apakah tidak merendahkan dokter umum yang sudah jauh sebelumnya mengabdikan diri melayani masyarakat.

Sementara itu, Eni Khairani dari Bengkulu mengatakan program pemerintah berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS) masih menimbulkan persoalan terutama untuk pendataan yang masih belum tepat sasaran. Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan untuk pendataan program-program serupa lainnya seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Senada dengan Eni, Baiq Diyah Ratu Ganefi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) memaparkan, masyarakat di daerahnya tidak tahu bagaimana memanfaatkan BPJS Kesehatan, bahkan salah satu desa melaporkan telah berhutang sebesar Rp. 14 Triliun kepada BPJS untuk pengobatan masyarakat.

"Mereka hubungi  saya dan bilang kaget ternyata berhutang Rp 14 Triliun kepada BPJS. Itu karena enggak ngerti kalau harusnya dibayarkan secara terus menerus, tidak hanya satu kali bayar," katanya.

Persoalan lain yang juga turut ditanyakan antara lain menyangkut sarana dan prasarana puskemas atau rumah sakit di beberapa wilayah dinilai kurang memadai untuk menunjang kesehatan masyarakat.

Katalog obat secara online (e-catalog) yang bermasalahan sehingga mengakibatkan keterlambatan atau kekosongan stok obat dan juga upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap kaum disabilitas serta langkah karantina terhadap masyarakat yang dikhawatirkan membawa virus paska bepergian ke luar negeri.

Menanggapi aspirasi tersebut, Nila Moeloek mengatakan pihaknya telah mengirim ratusan tenaga kesehatan ke daerah perbatasan di seluruh Indonesia. Mereka akan ditempatkan di 120 Puskesmas yang tersebar di 44 kabupaten di 15 provinsi.

Menkes memastikan pengiriman tim kesehatan ini tidak akan berbenturan dengan program pengiriman dokter PTT. "Keduanya akan saling melengkapi satu sama lain untuk mengisi kekosongan tenaga medis di seluruh daerah di Indonesia," ujarnya.

Menkes menambahkan, pihaknya terus mengirimkan surat permintaan kepada MenPAN untuk segera melakukan pengangkatan tenaga media PTT menjadi CPNS. Namun, hingga kini belum berjalan dengan maksimal.

Terkait dengan program KIS, Ia mengakui adanya keterlambatan penyelesaian program itu. Namun saat ini proses verifikasi dan validasi pendataan KIS dari Kementerian Sosial telah rampung dan segera akan dicetak menjadi kartu BPJS sebanyak 88,4 juta kartu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement