REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kontras Sumatera Utara (Sumut) meminta pemerintah melindungi semua eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) secara maksimal.
Koordinator Kontras Sumut Herdensi Adnin mengatakan, ada fenomena di Indonesia, kelompok-kelompok yang dituduh sesat cenderung akan mengalami kekerasan.
Karena itu, lanjut Herdensi, negara tidak boleh membiarkan terjadinya praktik diskriminasi dan anarkisme terhadap eks anggota Gafatar, apalagi sampai terlibat.
"Ada kemungkinan mereka mendapatkan diskriminasi, kekerasan ketika mereka sampai ke kampung halaman. Apakah negara akan bertanggung jawab terhadap itu? Kontras tidak melihat itu," kata Herdensi di kantornya di Medan, Rabu (27/1).
Kontras Sumut menilai, pembakaran dan pengrusakan lahan yang dialami eks anggota Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat telah mengindikasikan kealfaan negara dalam lakukan proteksi terhadap mereka.
Karena itu, Herdensi mengatakan, negara wajib mengambil langkah hukum, politik dan adminisitratif terhadap pihak ketiga yang melakukan perampasan hak-hak warga negara tersebut.
"Bukan malah sebaliknya, negara terlibat tindakan diskriminatif. Pemerintah harus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku pembakaran dan pengrusakan bangunan dan lahan milik anggota Gafatar," ujarnya.
Selain itu, Kontras Sumut juga menuntut negara melakukan upaya maksimal untuk melindungi pribadi maupun aset ekonomi yang dimiliki eks anggota Gafatar. Kontras Sumut pun mengecam keras pengusiran paksa mereka dari tanah Mempawah. Menurut Herdensi, tidak ada alasan negara memulangkan mereka ke kampung halaman masing-masing.
"Tidak ada alasan pengambilalihan tanah milik anggota Gafatar karena tidak ada putusan pengadilan manapun yang buat aset mereka harus disita," kata Herdensi.