REPUBLIKA.CO.ID, Berawal dari ikut lomba penulisan tentang seksualitas, Agung Sugiarto mulai menyelami seluk-beluk tentang fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sarjana lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu pun merasa terketuk hatinya dengan komunitas tersebut. Agung yang akrab disapa Sinyo ini lantas terjun untuk menjadi tempat konsultasi objek LGBT.
Sinyo merambah dunia LGBT mulai 2008. Saat mencari bahan untuk tulisannya, dia merasa banyak kejanggalan dengan LGBT. Batinnya bergidik karena dari ratusan LGBT yang ditemui, tak satu pun mendapat tempat yang tepat. Bukannya berubah, kata Sinyo, banyak di antara mereka yang justru kukuh menjalani kehidupannya sebagai LGBT. "Dari situ saya merasa ini sudah menjadi bencana nasional," kata Sinyo saat berbincang dengan Republika.co.id lewat sambungan telepon, Rabu (27/1).
Perlahan, Sinyo pun aktif mencari narasumber untuk dijadikan teman diskusi. Setiap bulan, kata dia, ada lima orang LGBT yang berbincang dengannya untuk mencurahkan isi hatinya. Hanya, mereka berdiskusi lewat sambungan daring (online). Dengan Yahoo Massanger, e-mail, bahkan via SMS dan telepon. "Dulu kita tidak pernah bertemu langsung," katanya.
Dengan komunikasi daring, Sinyo menjelaskan, mereka lebih nyaman untuk diajak berdiskusi. Para LGBT pun bisa bercerita tanpa perlu merasa malu. Sekat sosial antara Sinyo dan teman-temannya pun menjadi sirna.
Sinyo kemudian berupaya menjadi tempat yang nyaman bagi para LGBT. Alih-alih menggurui, Sinyo malah berupaya menjadi teman dekat yang mengerti orientasi seksual mereka. Dalam melakukan pendekatan, warga Magelang, Jawa Tengah, ini mengaku tak pernah secara langsung berupaya untuk mengubah penyimpangan orientasi seksual para LGBT. Sinyo hanya berupaya mengingatkan mereka agar tetap menjalankan perintah Tuhan.
Sinyo mengaku kerap mengingatkan mereka untuk menjalankan shalat lima waktu dan berzikir. Perintah Tuhan lainnya, kata Sinyo, mereka harus menikah dengan lawan jenis. Meski pada awalnya sulit, Sinyo menjelaskan, mereka perlahan bisa paham. "Bukan dibilang munafik. Saya bilang mereka enggak bisa ngomong itu. Karena, menikah menjalankan perintah Allah," katanya.
Dengan berjalannya waktu, Sinyo pun menulis sebuah buku berjudul, Anakku Bertanya tentang LGBT, pada 2014. Usai menulis buku tersebut, banyak yang simpati dengan perjuangan Sinyo. Tak terkecuali, beberapa dokter ahli kelamin dan penyakit kulit. Bermodal dukungan tersebut, Sinyo lantas membuat yayasan bernama Peduli Sahabat pada medio 2015. Yayasan itu kini memiliki sekitar tiga puluhan kantor cabang di seluruh Indonesia.
Meski sudah memiliki kantor cabang, Sinyo mengungkapkan, Yayasan Peduli Sahabat masih mempertahankan pendekatannya lewat hubungan daring. Karena itu, kantor itu pun bersifat virtual. "Bukan kayak konter tapi virtual. Cuma ada pengurusnya," kata Sinyo.
Sejak aktif menjadi konsultan di dunia LGBT, Sinyo mengaku sudah ratusan LGBT yang menjadi kliennya. Mayoritas bahkan sudah berumah tangga dan memiliki anak. Mereka pun tetap bisa berkonsultasi tanpa dipungut biaya. Lewat yayasan tersebut, Sinyo hendak menaklukkan hati para LGBT tanpa menggurui.