REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Direktur Eksekutif United Nations Population Fund (UNFPA) sebagai perwakilan Sekretariat Jenderal PBB, Babatunde Osotimehin menambahkan dunia saat ini mengalami krisis dukungan terhadap KB. Program KB saat ini sangat bergantung pada lembaga donor.
“Pendanaan untuk KB ke depannya adalah tanggung jawab negara, tak boleh bergantung pada donor saja. Negara harus menjaga rakyatnya sendiri,” ujarnya dalam International Conference on Family Planning (ICFP) 2016 di Nusa Dua, Senin (25/1).
Jika investasi suatu negara untuk program KB terus stagnan dan tak mengimbangi pertumbuhan populasi, maka tujuan dolar AS untuk sektor kesehatan. Jika investasi suatu negara untuk program KB terus stagnan dan tidak mengimbangi pertumbuhan populasi, maka tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2020 tak akan tercapai. PBB melalui UNFPA sejauh ini sudah mengucurkan lebih dari dua miliar dollar AS untuk sektor kesehatan.
“Dua miliar anak muda di dunia membutuhkan akses dan informasi tentang KB. Pemimpin-pemimpin dunia harus memastikan bahwa pada 2030 nanti tak ada remaja dan anak perempuan yang ‘ditinggalkan.’ Mereka harus hidup bahagia dan bemartabat,” katanya.
UNFPA sebagai badan PBB yang menangani isu kependudukan global sangat mendukung program KB di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini, kata Osotimehin berkaitan dengan pemanfaatan bonus demografi. Kualitas hidup bayi, anak, dan anggota keluatga terjamin ketika perempuan memperoleh akses terhadap pelayanan kontrasepsi.
Perempuan berhak menentukan kapan dan berapa banyak mereka akan melahirkan anak. Pada akhirnya, setiap kehamilan itu diharapkan dan setiap anak yang lahir terjamin perawatannya.