REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly kembali digugat pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kali ini, SK yang digugat bukan terkait kepengurusan Partai Golkar, melainkan kepengurusan yayasan Vihara Dharma Bakti.
Adapun SK Menkumham yang digugat Yusril kali ini bernomor AHU 0010296.AH.01.04 Tahun 2015 tertanggal 3 Agustus 2015. Dalam perkara ini, Yusril selaku kuasa hukum Yayasan Vihara Darma Bakti yang diketuai oleh Hindharto Budiman.
Yayasan Vihara Darma Bakti yang diketuai Hindharto Budiman ini telah berdiri sejak 17 Oktober 1972 sesuai akta Nomor 12 dibuat dihadapan Koerniatini Karim, notaris di Jakarta dan perubahan terakhir dengan akta Nomor 6 tanggal 18 Juni 2015 dibuat dihadapan Hasnah, notaris di Jakarta dan telah diterima dan dicatat dalam Daftar Yayasan sebagaimana surat Dirjen AHU Nomor AHU-AH.01.06-1281 tanggal 14 September 2015.
"Klien adalah yayasan yang masih aktif menjalankan kegiatan yayasan sampai sekarang, tidak pernah berakhir status badan hukumnya dan tidak pernah dihapus dari daftar yayasan, walaupun pernah mengalami kebakaran di tahun 2015," ujar Yusril di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (25/1).
Dia menjelaskan, Menkumham Yasonna Laoly melalui surat keputusan nomor AHU 0010296.AH.01.04 Tahun 2015 tertanggal 3 Agustus 2015 tiba-tiba mengesahkan sebuah yayasan dengan nama yang sama, Yayasan Vihara Dharma Bakti atau bisa disebut sebagai yayasan tandingan.
Dia menyatakan, SK Menkumham tentang pengesahan yayasan tandingan itu jelas melanggar ketentuan larangan penamaan yayasan dengan nama yang sama, yang telah dimiliki yayasan lain sebagaimana ditentukan pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan. Pasal itu menyebutkan, yayasan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain.