REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu keputusan yang mengemuka dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar hasil Munas Bali adalah bakal digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Walaupun sempat ditolak mayoritas pimpinan Daerah Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi, namun Rapimnas memutuskan bakal menggelar Munaslub sebelum Juni 2016.
Menurut Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Ibnu Munzir, rencana Munaslub itu tidak memiliki legal standing yang cukup kuat. Pasalnya, hingga kini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) belum mengeluarkan surat pengesahan kepengurusan hasil Munas Ancol, yang diketuai oleh Aburizal Bakrie.
"Padahal berdasarkan putusan, Kemenkumham tidak mengesahkan salah satu dari kedua kubu. Jadi ini (rencana menggelar Munaslub) lemah legal standingnya. Munaslub saya kira tidak tepat," kata Ibnu saat dihubungi Republika.co.id, Senin (25/1).
Hal ini berbeda jika hasil Rapimnas tersebut menyebutkan adanya Musyawarah Nasional (Munas). Kepengurusan hasil Munas Ancol, kata Ibnu, akan lebih menerima jika hasilnya Munas.
Penyebabnya karena kepengurusan yang diakui masih menggunakan hasil Munas Riau 2009 silam. "Kalau Munaslub kan seolah-olah ingin menunjukan kalau Munas Bali itu sah, padahal kan tidak ada dasar hukumnya untuk disahkan," ucap Ibnu.
Lebih lanjut, Ibnu pun mengungkapkan, Tim Transisi yang telah dibentuk Mahkamah Partai Golkar (MPG) bertugas unmelakukan mediasi dan melakukan rekonsiliasi antara kedua kubu. Penyelesaian kisruh partai berlambang pohon beringin itu, kata Ibnu, hanya bisa diselesaikan melalui Tim Transisi.