Sabtu 23 Jan 2016 08:30 WIB

Luhut: Tak Akui NKRI Bisa Dijerat UU Terorisme yang Direvisi

Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan (tengah) bergegas meninjau lokasi dari aksi teror di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan (tengah) bergegas meninjau lokasi dari aksi teror di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pasal revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengatur tentang penindakan terhadap seseorang yang melakukan penistaan pada negara dengan tidak mengakui Negara Kedaulatan Republik Indonesia.

"Misalnya penistaan, kamu tidak mengakui Republik Indonesia. Ya sudah, kamu juga akan kita tindak," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan di Jakarta, Jumat (22/1).

Luhut mengatakan selama ini orang atau sekelompok orang yang tidak mengakui negara Republik Indonesia dan menyatakan ingin mendirikan negara sendiri seperti halnya ISIS, bisa bebas menyatakan pengakuannya karena memang tidak ada undang-undang yang mengaturnya.

Selanjutnya revisi undang-undang tersebut juga mengatur tentang warga negara Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk berperang demi kepentingan lain, terlebih tergabung dengan kelompok teroris dan melakukan tindakan terorisme di negara lain, akan dicabut paspor dan kewarganegaraannya.

"Misalnya orang yang mau pergi jadi 'foreign fighter', ya kamu kalau mau join sana, kita cabut kewarganegaraanmu," jelas Luhut.

Ia menjelaskan kategori WNI dari luar negeri yang dapat dicabut kewarganegaraannya ialah yang menjadi 'foreign fighter', berperang, dan berlatih perang di luar negeri secara ilegal.

Luhut menjelaskan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dirumuskan oleh "tim kecil" sudah mencapai 80 persen dan memasuki tahap akhir.

Purnawirawan jenderal TNI tersebut mengatakan ada lebih dari 10 pasal yang ditambahkan dalam rancangan revisi UU Terorisme. Luhut menjelaskan inti revisi UU Terorisme untuk memberikan penguatan pada unsur-unsur keamanan agar bisa melakukan tindakan-tindakan pada terduga pelaku teror sebelum melakukan aksi terorisme.

Revisi tersebut dirumuskan oleh kelompok kerja kecil yang terdiri dari Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Teror, Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam, dan pakar hukum pidana dan hukum tata negara sebagai pihak independen. ?

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement