REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI menyoroti kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), setelah Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2015 menyatakan terdapat beberapa permasalahan terkait pengelolaan dana BOS.
Untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK tersebut, BAP DPD RI mengadakan kegiatan Expert Meeting dengan tema “Mengurai Permasalahan Pengelolaan Dana Bantuan Operasional (BOS) Berdasarkan Temuan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK” di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, belum lama ini.
Hadir dalam acara tersebut Ketua DPD RI , Irman Gusman; Ketua BAP DPD RI, Abdul Gafar Usman, Ketua BPK RI, Harry Azhar Azis dan Anggota VI BPK RI, Bahrullah Akbar beserta jajaran Kemendikbud.
Secara umum permasalahan pengelolaan dana BOS yang menjadi temuan BPK meliputi sisa dana BOS yang belum dikembalikan ke kas negara, penyebab kekurangan penerimaan negara atas sisa dana, penggunaan dana BOS yang tidak sesuai ketentuan, kelebihan penggunaan dana BOS, ketidakakuratan dalam pendataan penerima dana BOS yang menyebabkan kelebihan penyaluran dana BOS, penyusunan petunjuk teknis penyaluran dana BOS belum tepat sesuai ketentuan dan sejumlah sekolah belum mempertanggungjawabkan penggunaan dana BOS.
Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Budiono, mengemukakan bahwa permasalahan yang timbul dalam pengelolaan dana BOS perlu segera dicarikan jalan keluarnya supaya tidak kembali menjadi temuan dalam pemeriksaan BPK.
"Hasil temuan BPK tersebut akan terus berulang jika permasalahan inti seperti data yang masih lemah, pengawasan yang kurang efektif, kekurangberpihakan kemendikbud terhadap sekolah swasta sehingga menimbulkan permasalahan penyalahgunaan dana BOS untuk membayar gaji guru honorer,dan penerapan sanksi yang tegas belum dapat diwujudkan,” ujar Budiono.
Senada dengan Budiono, Anggota DPD RI asal Sulawesi Tenggara, Muliati Saiman juga mengemukakan bahwa faktor lemahnya pengawasan merupakan salah satu faktor yang meningkatkan resiko penyelewengan dana BOS.
"Salah satu faktor yang meningkatkan resiko penyelewengan BOS adalah dalam hal pengawasan. Lemahnya pengawasan publik menyebabkan gampangnya terjadi kebocoran. Pemerintah dalam hal ini harus membuat aturan yang terkait keefektifan fungsi pengawasan dalam penyaluran dana BOS," ujarnya.
Sementara itu, Senator DPD Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang meminta kepada BPK untuk melakukan audit secara lebih mendalam dan langsung kepada sekolah penerima BOS. "Audit penyaluran dana BOS agar dapat diperdalam lagi, terutama untuk temuan tahun 2013 dan sekolah penerima BOS agar dapat diaudit secara langsung," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Pembinaan SMK Kemendikbud, Mustaghfirin Amin mengemukakan bahwa seluruh temuan BPK RI yang diterima sudah ditindaklanjuti 100 persen oleh pihaknya.
"Jika ada temuan dari BPK, Kemendikbud akan segera menindaklanjutinya dan temuan yang kemarin telah disampaikan kepada kami, telah ditindaklanjuti 100 persen. Namun terdapat kesulitan dalam pemberian sanksi, karena sanksi yang diberikan hanya sebatas pemberian surat teguran," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota VI BPK RI, Bahrullah Akbar menyatakan bahwa untuk mengatasi berbagai persoalan mengenai dana BOS, harus dilakukan kajian lebih dalam lagi dengan beberapa instansi terkait.
"BPK disini memiliki fungsi pengawasan yang sesuai dengan aturan yang telah disepakati oleh instansi terkait. Mengenai beberapa persoalan seperti bentuk sanksi, pola pengawasan dan juga terkait gaji guru honorer swasta memerlukan kajian yang lebih mendalam dengan instansi terkait seperti Kemendikbud, Menpan RB,dan instansi terkait lainnya," jawab dia.
Menutup Expert Meeting, Ketua BAP, Abdul Gafar Usman, mengemukakan bahwa DPD RI akan mengadakan lagi pertemuan lanjutan yang akan menghadirkan instansi terkait.
"Berdasarkan hasil rapat hari ini, maka akan dilakukan lagi pertemuan dengan melibatkan beberapa instansi terkait, yaitu Kemendiknas, Kemendagri, Kemenpan RB, dan BPK RI."