Kamis 21 Jan 2016 17:36 WIB

Kapolri Lebih Dukung Perppu daripada Revisi UU Terorisme

Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti (kiri), Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian (tengah), dan Mensos Khofifah Indar Parawansa usai mengunjungi korban luka peristiwa bom Thamrin di RSPAD, Jakarta, Selasa (19/1).  (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti (kiri), Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian (tengah), dan Mensos Khofifah Indar Parawansa usai mengunjungi korban luka peristiwa bom Thamrin di RSPAD, Jakarta, Selasa (19/1). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menilai regulasi mengenai pemberantasan terorisme lebih bersifat reaktif. Hal ini membuat jajarannya sulit melakukan pencegahan karena penindakan baru dapat dilakukan setelah aksi teror terjadi.

"Setelah aksi terjadi, kami baru bisa melakukan penindakan, karena itu perlu perluas (UU Terorisme) bagaimana pencegahan itu dilakukan agar dengan menambah beberapa pasal atau memperluas kriminalisasi dan juga memperbaiki hukum acara yang ada," kata Badrodin, Kamis (21/1).

Perluasan kriminalisasi yang dimaksud, yaitu penambahan aturan pencegahan dengan menambah kewenangan bagi kepolisian untuk menangkap para terduga teroris atau orang-orang yang diangap berbahaya, termasuk upaya pengawasan WNI yang kembali dari Suriah atau negara-negara yang menjadi basis kelompok radikal.

"Di antaranya bagaimana, misalnya, ada pelatihan militer, fisik yang mengarah ke persiapan aksi terorisme, kemudian bagaimana terhadap orang-orang yang ikut bergabung di Suriah melakukan aksi bersenjata, kemudian kembali ke Indonesia, ini juga enggak bisa jangkau oleh hukum, termasuk bagaimana kalau ada orang yang mendeklarasikan diri atau berbaiat ke ISIS, apakah ini dijangkau hukum. Selama ini tidak bisa," ungkapnya.

Kapolri lebih mendukung penerbitan Perppu pencegahan terorisme dan deradikalisasi sebagai opsi aturan mengenai pencegahan terorisme yang baru dari pada harus merevisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme dan UU Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

"Kalau mau cepat, ya Perppu. Kami kan pelaksana, merasakan apa yang menjadi hambatan di lapangan sehingga memerlukan satu regulasi yang lebih cepat," kata Badrodin Haiti.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement