Kamis 21 Jan 2016 02:33 WIB

Revisi UU Terorisme Bisa Jadi Model Bangkitnya Pemerintahan Otoriter?

Rep: Amri Amrullah/ Red: Dwi Murdaningsih
Pelajar di Jakarta melakukan aksi melawan terorisme #pelajar TIDAK TAKUT
Foto: aji nugroho
Pelajar di Jakarta melakukan aksi melawan terorisme #pelajar TIDAK TAKUT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desakan revisi Undang-Undang (UU) Terorisme No 15 Tahun 2003 oleh pemerintah harus tetap diimbangi dengan jaminan hak asasi manusia (HAM) yang terjaga. Menurut peneliti hukum konstitusi dari Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) Indonesia, Mei Susanto, bila revisi ini tidak diimbangi jaminan HAM, bisa jadi revisi UU ini justru melahirkan model baru bangkitnya pemerintahan otoriter.

"Kalau pemerintah tidak hati-hati, revisi UU Terorisme ini hanya akan mengembalikan model pemerintahan ototiter. Tentu, ini yang harus dihindari," katanya, Rabu (20/1).

Ia mencontohkan, usulan revisi UU Terorisme, pasal 28 mengatur mengenai batas waktu penangkapan disertai penahanan dari 7 hari menjadi 30 hari.

"Padahal, sesuai KUHAP, penangkapan disertai penahanan maksimal 1x24 jam," ujarnya.

Dan, yang lebih berbahaya dalam draf Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) tentang Penanggulangan Kelompok atau Organisasi Terlarang atau Kelompok Radikal Terorisme.

Disebutkan dalam pasal 4 mengenai ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun bagi (a) dengan sengaja mengadakan hubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan kelompok atau organisasi terlarang; (b) dengan sengaja menganut atau mengembangkan ajaran atau paham atau ideologi kelompok atau organisasi terlarang kepada orang lain atau kelompok lain; atau (c) dengan sengaja bergabung atau mengajak bergabung dengan kelompok atau organisasi terlarang.

Akan menjadi pertanyaan, bagaimana mengklasifikasikan sebuah organisasi sebagai organisasi terlarang dan terkait kelompok radikal terorisme. Sayangnya, dalam draf perppu tersebut malah tidak mengatur kriteria kelompok/organisasi radikal terorisme yang terlarang itu.

Untuk itu, ia menegaskan, semestinya revisi UU Terorisme ini semestinya ditimbang masak-masak dengan terlebih dahulu melakukan evaluasi objektif terhadap aturan main dalam persoalan terorisme yang sudah 13 tahun berlaku, serta evaluasi terhadap kinerja kelembagaan terkait.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement