REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Kelompok Kerja Lingkungan Hidup Nasional (Pokja LHN) Mahkamah Agung bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Program REDD+ UNDP memperkuat kapasitas hakim dan aparat pengadilan terkait penanganan kejahatan lingkungan hidup. Mereka dinilai perlu dibekali pengetahuan tentang kebakaran hutan, lahan rawa gambut, serta implementasi penomoran perkara-perkara lingkungan hidup.
Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ragil Jasmin Utomo mengatakan akhir-akhir ini kerusakan lingkungan hidup kian banyak. Ada tiga langkah penegakan hukum terkait dengan lingkungan hidup dan kehutanan yang sudah dilakukan, yaitu pengawasan dan penerapan sanksi administrasi, penegakan hukum perdata, dan penegakan hukum pidana.
"Kegiatan serupa sebelumnya sudah dilakukan bagi hakim dan panitera di Pekanbaru, juga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi dan Palembang," katanya, di Balikpapan, Selasa (19/1).
Program penguatan kapasitas hakim dan aparat pengadilan kali ini diikuti sekitar 200 orang dari seluruh wilayah Kalimantan. Selain sosialisasi pedoman penomoran perkara lingkungan hidup, peserta dibekali materi mengenai kebakaran lahan rawa gambut dan hutan.
Ketua Pokja LHN Mahkamah Agung (MA), Takdir Rahmadi mengatakan latar belakang adanya kebijakan penomoran perkara yaitu adanya nota kesepahaman antara MA dengan KLHK. MA berkomitmen pembangunan berkelanjutan, yaitu bagaimana lingkungan hidup yang sehat dan bersih, serta sumber daya alam dan keanekaragaman hayati berkelanjutan untuk generasi mendatang.
"Lembaga peradilan bertanggung jawab melaksanakan hukum tertulis dan pembangunan berkelanjutan," katanya.