Senin 18 Jan 2016 16:03 WIB

PPATK Beberkan Aliran Dana Teroris Sarinah

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ilham
 Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf saat memberikan keterangan pers terkait penghapusan Indonesia dari status Grey Area oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) di kantor PPATK, Jakarta, Jumat (
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf saat memberikan keterangan pers terkait penghapusan Indonesia dari status Grey Area oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) di kantor PPATK, Jakarta, Jumat (

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf menjelaskan aliran dana asing yang diterima pelaku teror Sarinah. Yusuf menyebut, ada seorang oknum dari negara tetangga di daerah selatan yang mengirim dana kepada pelaku teror Sarinah.

Menurut dia, oknum ini diketahui mendapat banyak dana dari luar negeri, salah satunya dari negara di Timur Tengah. "Oknum dari negeri tetangga ini kemudian mentransfer duitnya ke rekening dia di Indonesia dan pada istrinya juga," kata Yusuf di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (18/1). (Pamitan Terakhir Pelaku Bom Sarinah).

Di antara uang tersebut, ada yang dikirim ke satu yayasan di Indonesia. Tidak diketahui secara pasti tujuan si oknum mengirim uang ke yayasan tersebut. Oleh yayasan, uang digunakan untuk memberi bekal pada orang yang berangkat ke daerah konflik. Menurut Yusuf, nilainya kurang dari Rp 10 juta, sekadar untuk ongkos berangkat ke negara konflik.

Selain ke yayasan, oknum ini juga mengalirkan dana ke seseorang berinisial H. Berdasarkan hasil penelusuran, H kemudian mengirimkan dana tersebut kepada seorang pemasok senjata di Filipina. Temuan ini menguatkan dugaan Menteri Koordinator Bidang Polhukam Luhut Pandjaitan yang sebelumnya menyebut pelaku teror Sarinah mendapatkan senjata dari daerah Mindanao, Filipina.

Yusuf menduga, uang yang dikirim H ke pemasok senjata nilainya puluhan juta. Ia tak dapat memastikan jumlahnya karena si oknum juga melakukan transaksi dengan uang tunai sehingga sulit terpantau.

Karena itu, Yusuf berharap agar ke depan ada regulasi yang dapat memantau pergerakan uang tunai dalam jumlah besar. Selain itu, dia juga menekankan agar pemberi jasa keuangan memperketat penerapan prinsip know your customer (KYC) kepada pelanggannya.

"Dengan begitu, kita bisa mencegah sejak dini penggunaan uang untuk yang tidak resmi," kata Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement