REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejumlah kota besar di Indonesia menjadi incaran paham radikalisme karena tingkat stres masyarakatnya yang tinggi, kata Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata.
"Gerakan radikal umumnya muncul di kota-kota besar karena orangnya stres akibat aktivitas kerja, kemacetan lalu lintas, dan faktor lainnya," katanya di Bekasi, Ahad (17/1).
Pernyataan itu disampaikan Guru Besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dalam seminar pendidikan "Peran Pendidikan Agama dalam Membentuk Karakter Anak" di Alexandria Islamic School Bekasi, Jawa Barat.
Menurut dia, situasi masyarakat kota besar relatif sangat mudah dipengaruhi paham radikalisme dengan iming-iming peningkatan status dan ekonomi masyarakatnya. "Problem politik dan ekonomi di kota besar lebih mudah dijual dalam masyarakat seperti itu. Agama hanya dijadikan alat untuk melegitimasi seolah kekeliruan itu dibenarkan oleh ajaran agama," ujarnya.
Adapun salah satu modus yang dilakukan oleh kaum radikal adalah dengan mengambil alih Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di lingkungan masyarakat. "Dakwah masih banyak yang menyampaikan kekerasan, seperti masjid dikuasai komunitas radikal," katanya.
Abuddin menilai aksi teror dari kalangan radikalisme sulit untuk dideteksi dini karena pergerakannya yang tertutup. "Negara superpower saja masih kebobolan," katanya.
Meski demikian, dia mengapresiasi sikap Polri dan TNI yang dapat mengatasi kasus itu secara cepat dan profesional. "Namun, saya anggap penanganan kasus itu sebuah keberhasilan kepolisian dan TNI serta aparat keamanan lainnya," katanya.
Baca juga:
Pelaku Teror Ciptakan Kepanikan di Media Sosial
Ini Kronologi Keributan Antara Fahri Hamzah dan KPK di DPR