REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kabupaten Purwakarta, Jabar, merupakan wilayah penghasil listrik terbesar di Indonesia. Sebab, di wilayah ini berdiri dua pembangkit listrik tenaga air. Yakni, PLTA Cirata dan PLTA Jatiluhur.
Tetapi, ironisnya suplai listrik untuk kebutuhan industri tak mencukupi. Sehingga, industri harus membuat pembangkit listrik sendiri dengan menggunakan batu bara (power plant).
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan, banyak industri di wilayah ini pasokan listriknya bukan dari PLN. Melainkan, membuat sendiri. Sebab, listrik yang disuplai PLN terlalu mahal. Sehingga, berdampak pada biaya produksi yang tinggi.
"Seharusnya, seperti PLTA Jatiluhur itu bisa menjual listriknya langsung ke industri," ujar Dedi, kepada Republika, Jumat (15/1).
Karena itu, pihaknya menyarankan supaya industri yang ada di Purwakarta ini menggunakan mikro hidro untuk kebutuhan listriknya. Apalagi, banyak spot yang bisa dijadikan pembangkit listrik tenaga mikro hidro.
Kedepan, lanjut Dedi, pihaknya akan ingin membuat pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Ada tiga titik yang yang layak jadi pembangkit. Masing-masing, membutuhkan anggaran Rp 40 miliar. Jadi, untuk membiaya tiga spot pembangkit listrik tenaga mikro hidro itu totalnya butuh anggaran Rp 120 miliar.
"Dari tiga spot tersebut, asumsinya bisa menghasilkan listrik sembilan megawatt," ujar Dedi.
Akan tetapi, pemkab tak memiliki biaya untuk membuat pembangkit listrik mikro hidro tersebut. Makanya, disarankan supaya industri mau melirik pembangkit ini. Sebab, penggunaan listrik seperti ini, diyakini bisa meminimalisasi biaya produksi.
"Jika biaya produksinya bisa ditekan, maka produk yang dihasilkan industri ini harganya akan lebih murah," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Kabupaten Purwakarta, Darius Krisdanu Purwana, mengakui, suplai listrik untuk industri di wilayah ini masih menggunakan jasa PLN dan power plant batu bara. Jadi, belum ada yang menggunakan pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Mengingat, terkendala infrastruktur.
"Yang jadi masalah itu, membangun jaringan infrastrukturnya. Pasti biayanya sangat mahal," ujarnya.