Jumat 15 Jan 2016 17:33 WIB

BIN Sebut ISIS Sudah Eksis di Indonesia

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: M Akbar
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso saat memberikan keterangan pers mengenai kunjungan ke Aceh terkait penjemputan pimpinan kelompok bersenjata Aceh Nurdin bin Ismail alias Din Minimi di Jakarta, Selasa (29/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso saat memberikan keterangan pers mengenai kunjungan ke Aceh terkait penjemputan pimpinan kelompok bersenjata Aceh Nurdin bin Ismail alias Din Minimi di Jakarta, Selasa (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan, pihaknya sebenarnya sudah memberikan sinyal adanya potensi serangan teroris di Indonesia. Namun, salah satu kesulitan dalam mengantisipasi serangan teroris adalah serangan-serangan tersebut tidak mengenal ruang dan waktu.

Sutiyoso mengatakan, pihaknya sudah memberikan sinyal-sinyal tersebut sejak November 2015. Salah satunya adalah pernyataan terkait kembalinya sekitar seratus mantan kombatan dari Suriah ke Indonesia.

''Tentu itu sudah menjadi sinyal, orang-orang ini bisa melakukan serangan kapan saja,'' kata Sutiyoso kepada wartawan di kantor BIN, Jalan Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (17/1).

Lebih lanjut, Sutiyoso menyebutkan, sinyal lain adalah adanya mantan narapidana terorisme yang sudah bebas, yaitu sekitar 423 orang. Belum lagi dengan pelatihan-pelatihan militer yang dilakukan kelompok-kelompok radikal, termasuk dengan kelompok-kelompok yang mendukung adanya gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

''Jadi, memang keberadaan ISIS di Indonesia itu benar-benar eksis dan ada,'' kata mantan pangdam jaya tersebut.

Tidak hanya itu, BIN juga sudah mendeteksi adanya ancaman teror pada malam pergantian tahun baru dan Natal. Bahkan, menurut Sutiyoso, BIN telah menyampaikan adanya kemungkinan teror yang terjadi pada 9 Januari silam. Peringatan ini sudah disampaikan kepada Komite Intelijen Daerah (Kominda) dan Komite Intelijen Pusat (Kominpus).

Namun, salah satu kendala dalam mengantisipasi serangan teroris adalah tidak adanya aspek ruang dan waktu dalam setiap serangan teroris. Serangan teroris tersebut, kata Sutiyoso, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Negara-negara besar, seperti Amerika dan Prancis, pun sempat kecolongan dengan serangan teroris.

Seperti contoh saat terjadinya serangan teror di Paris, Prancis. Pada saat itu, aparat keamanan Prancis sebenarnya sudah menjaga daerah-daerah vital, tapi serangan tersebut justru terjadi lokasi konser musik.

''Karena jika sudah berbicara soal tempat dan waktu, mereka (pelaku) sudah tidak melibatkan jaringan komunikasi, tapi langsung bertatap muka,'' tutur Sutiyoso.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement