Kamis 14 Jan 2016 00:01 WIB

Mantan Petinggi Sebut Gafatar tak Terkait Agama

  Warga melihat tabloid Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) terbitan 2014 di Jombang, Jawa Timur, Rabu (13/1).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Warga melihat tabloid Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) terbitan 2014 di Jombang, Jawa Timur, Rabu (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mantan Kepala Bidang Kesehatan Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) Jawa Timur, dr Budi Laksono, bersama Mantan Ketua Dewan Pimpinan Gafatar Surabaya, Riko, menyebut organisasi yang diikutinya hanya merupakan gerakan sosial dan budaya yang tidak berhubungan dengan agama.

"Saya di sini menegaskan bahwa Gafatar merupakan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang sosial dan budaya, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan organisasi keagamaan, apalagi Islam," kata dr Budi Laksono kepada pers di Surabaya, Rabu.

Ia mengatakan Gafatar lahir sejak 2011, kemudian dibubarkan oleh Gafatar Pusat pada bulan Agustus 2015 karena masih belum ada Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

"Selain karena tidak terdaftar, pembubaran Gafatar juga dikarenakan menyongsong kehidupan baru yang lebih baik lagi sebagai upaya perbaikan pangan, karena diperkirakan akan terjadi paceklik di Indonesia, sehingga kami digerakkan di bidang pertanian, perikanan dan peternakan," paparnya.

Ia mengakui nama sebelum berganti menjadi Gafatar adalah Komar (Komunitas Millah Abraham) dan nama sebelumnya lagi adalah Al-Qiyadah Al-Islamiyyah, namun semuanya tidak ada perbedaan, kecuali berganti nama saja.

"Untuk Komar dan Al-Qiyadah, saya belum memahami bidang gerakannya, karena saya baru bergabung pada 2008. Yang jelas, Gafatar tidak terkait keagamaan, tetapi gerakan kami sesuai petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, yaitu Al-Quran dan firman Tuhan bahwa kamu harus mengimani kitab-kitab suci terdahulu seperti zabur, taurat, maupun injil untuk menuntun jalan hidup di muka bumi," tuturnya.

Senada dengan itu, Mantan Ketua Dewan Pimpinan Gafatar Surabaya, Riko menjelaskan Gafatar dibentuk oleh gagasan dari sekitar 50 orang karena keprihatinan dengan kondisi bangsa saat ini yang mentalnya sedang rusak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement