Selasa 12 Jan 2016 22:16 WIB

Pengamat: Perubahan Terbatas UUD Buat Ruang Transaksi Politik

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: M Akbar
UUD 1945 (ilustrasi)
Foto: petapolitik.com
UUD 1945 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari menilai, usulan PDIP ihwal adanya amandemen atau perubahan terbatas UUD 1945, membuka ruang baru untuk transaksi politik di MPR RI.

"Sekarang, dengan GBHN, kalau itu diberikan ke MPR tentu mereka punya posisi tawar tersendiri, malah sebenarnya dengan seperti itu kita menambah ruang baru untuk transaksi politik," kata Feri yang juga peneliti di Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand, Selasa (12/1).

Menurutnya, memberikan fungsi GBHN, sama saja membuat MPR mempunyai kewenangan untuk mempertanyakan kebijakan presiden ihwal apakah sesuai dengan GBHN atau tidak. Feri mengatakan, jika ada kewenangan dimaksud, MPR mempunyai kesempatan melakukan transaksi politik kepada presiden atau lembaga negara lainnya.

"Tentu ada konsekuensinya. GBHN tidak soal eksekutif saja, tapi juga soal lembaga lain, mereka bisa atur," ujarnya.

Menurut Feri, konsep presidensial tidak berkesesuaian dengan GBHN. Ia justru mempertanyakan alasan PDIP mendorong adanya perubahan terbatas UUD 1945. Sebab, ia menuturkan, usulan tersebut justru tidak berkesesuaian dengan konsep sistem presidensial. Sementara, Presiden Indonesia berasal dari PDIP.

Feri berujar, selama ini target MPR yaitu ingin menambah kewenangan, karena lembaga negara itu hanya dianggap sebagian kalangan, fungsinya hanya sosialisasi saja. Sehingga secara politik, menurutnya, MPR ingin menambah kewenangan melalui GBHN.

Sebelumnya, PDIP telah selesai menggelar Rakernas I 2016. Dalam Rakernas yang juga dihadiri oleh Menteri dan pakar itu, diperoleh 22 butir pernyataan sikap dan rekomendasi. Beberapa poin utama dalam rekomendasi itu di antaranya, terkait sikap PDIP dari perspektif yuridis konstitusional.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristianto mengatakan, PDIP juga memandang perlunya mengembalikan fungsi dan wewenang MPR untuk membentuk dan menetapkan Ketetapan MPR. "Terutama terkait pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) sebagai haluan negaran dan haluan pembangunan nasional," ujar dia dalam penutupan Rakernas di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (12/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement