Selasa 12 Jan 2016 18:45 WIB

Industri Sandal Rumahan di Kampung Cipicung

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Friska Yolanda
Proses pembuatan sandal di Kampung Cipicung, Desa Tugujaya, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikamlaya.
Foto: Fuji Eka Permana
Proses pembuatan sandal di Kampung Cipicung, Desa Tugujaya, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikamlaya.

REPUBLIKA.CO.ID, Masyarakat Kampung Cipicung, Desa Tugujaya, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikamlaya, sangat terbantu dengan adanya usaha kecil dan menengah (UKM) di kampungnya. Perekonomian masyarakat pun terdorong dengan usaha ini.

Kampung ini merupakan salah satu kawasan industri rumahan yang memproduksi sandal. Ada sekitar 20 UKM atau industri rumahan di Kampung Cipicung yang memproduksi alas kaki ini.

Berbagai model dan merek sandal dibuat di kampung ini. Salah satunya adalah sandal bermerek Ziolla dan Ashen. Pemilik industri rumahan sandal Ziolla dan Ashen, Irfan mengatakan, masyarakat Kampung Cipicung banyak yang terbantu dengan adanya industri kecil rumahan. Semakin banyak industri rumahan, maka semakin banyak lapangan pekerjaan. Secara otomatis, hal ini membantu perekonomian warga sekitar.

“Bahkan, perekonomian warga sekitar dipengaruhi oleh omzet industri sandal rumahan,” kata Irfan kepada /Republika.co.id/, belum lama ini.

Sebab, bahan dasar untuk membuat sandal juga ada yang dibuat perorangan oleh warga sekitar. Ketika bnayak pembeli yang memesan sandal, banyak pula industri sandal rumahan yang membeli sebagian bahan dasar dari warga sekitar. Sehingga, perekonomian warga bergerak dan saling mendukung satu sama lain.

Menurut Irfan, lebih dari belasan industri kecil tersebar di sekitar Desa Tugujaya. Biasanya, industri kecil ini hanya melayani pesanan dari pemborong.

Pengrajin sandal di industri rumahan ini tidak menggunakan mesin berat. Mereka hanya menggunakan keterampilan tangan. Sol yang terbuat dari plastik untuk alas sandal paling bawah dibeli dari masyarakat yang memproduksinya. Begitu pula dengan spons dan imitasi yang menjadi alas bagian atas sandal.

Kemudian, alas sandal bagian atas yang terbuat dari spons dan imitasi disatukan dengan mamil. Ukuran sandal disesuaikan sesuai pesanan. Alat pengukurnya menggunakan kayu berbentuk kaki manusia.

Spons yang sudah dipasangi mamil kemudian diolesi lem bakar sebelum direkatkan dengan sol. Setelah diolesi, sandal harus di panaskan dengan panggangan untuk membuat lem bakar bereaksi. Barulah spons sandal direkatkan dengan sol. Setelah direkatkan, sandal langsung siap pakai. 

Industri yang memproduksi sandal merek Ziolla dalam sehari dapat memproduksi 200 pasang sandal. Jumlah produksi biasanya disesuaikan dengan pesanan. Jika pesanan sedang banyak maka produksi pun akan banyak.

Dikatakan Irfan, harga satu kodi sandal Ziolla dan Ashen Rp 270 ribu sampai dengan Rp 290 ribu. Harga biasanya disesuaikan dengan bentuknya. Bentuknya sendiri tidak ada yang tetap,  bergantung pada tren.

“Kalau ada bentuk sandal yang sedang tren, maka semua industri sandal yang ada di Kampung Cipicung memproduksi bentuk yang sama,” kata Irfan.

Biasanya, sandal yang diproduksi oleh industri rumahan ini dijual hingga ke Jakarta, Bogor dan Bekasi. Di Kota Tasikmalaya sendiri, sandal-sandar produksi industri rumahan ini bisa ditemukan di Pasar Induk Cikurubuk Kota Tasikmalaya.

Industri kecil yang memproduksi sandal ini, dikatakan Irfan tidak terlalu dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun, ketika harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi mahal, industri sandal banyak yang mengalami penurunan omzet.

Irfan mengatakan, saat harga BBM tahun lalu sempat melambung tinggi, bahan baku untuk membuat sandal pun menjadi sangat mahal. Setelah bahan baku naik meski harga BBM telah turun, harga bahan baku tidak akan turun lagi. “Kalau harga sudah naik biasanya tidak turun lagi,” kata Irfan.

Pepen Wahyu Suparli, warga Kampung Cipicung menceritakan, Kampung Cipicung sekitar tahun 1980 sudah cukup terkenal. Yang membuat Kampung Cipicung terkenal karena ada usaha kecil dan menengah yang memproduksi sandal. Sehingga, masyarakat mengenalnya dengan sebutan Sandal Cipicung.

Pada awal 1980, pengrajin sandal di Kampung Cipicung hanya memproduksi sandal kelom. Seiring perkembangan zaman, para pengrajin tidak lagi memproduksi kelom. Kini, mereka memproduksi sandal untuk laki-laki dan perempuan dengan bahan dasar hampir semuanya plastik.

“Dulu tahun 1980-an, banyak warga Cipicung yang mendadak jadi bos karena ada pembeli sandal dari Australia,” kata Pepen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement