Senin 11 Jan 2016 18:03 WIB

PDIP: Presiden Harus Patuhi Haluan Pembangunan Jangka Panjang

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
PDIP
PDIP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah membuat konsep pembangunan terencana dengan haluan jangka panjang untuk Indonesia.

Soal haluan pembangunan ini menjadi salah satu gagasan paling penting yang dibahas dalam rapat kerja nasional (Rakernas) I PDIP.

Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini ingin menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan ide pembangunan nasional semesta berencana. Di rakernas PDIP, gagasan haluan pembangunan negara ini dibahas di sidang komisi I.

Pimpinan Sidang Komisi I, Andreas Hugo Pareira mengatakan, pembahasan haluan negara ini dinilai sangat penting untuk membuat Indonesia memiliki arah pembangunan.

Ide dasarnya, kata Pareira, Indonesia harus memiliki haluan negara yang menyangkut pembangunan secara komprehensif. Tidak hanya fisik, tapi juga mental spiritual. Seluruhnya akan mengacu pada haluan yang sama. Bahkan perencanaan harus dilakukan dengan jangka panjang, sampai 100 tahun kedepan.

"Dia (setiap presiden) terikat pada haluan tadi, presiden jalankan haluan, visi negara, kemudian misi-misis dan konsep pemerintahan bisa dijalankan setiap pemerintahan sesuai cara masing-masing, tapi ide dasar haluan negara harus dijalankan oleh setiap pemerintahan," ujar Pareira di sela rakernas PDIP, Senin (11/1).

Pareira membantah adanya haluan negara ini akan mematikan kreatifitas setiap presiden. Justru dengan adanya haluan negara ini, setiap presiden sudah memiliki pandangan jelas apa yang harus dilakukannya.

Program-program yang akan dikeluarkan setiap presiden tetap berada dalam koridor dan sesuai cita-cita negara Indonesia.

Arah pembangunan menjadi tidak maju-mundur sesuai presiden yang berkuasa. Haluan negara atau dalam bahasa PDIP, pembangunan nasional semesta berencana ini akan diusulkan dan dibahas agar memiliki dasar hukum.

Salah satu pilihan untuk menghidupkan kembali haluan negara ini adalah dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan mengembalikan wewenang MPR untuk menerbitkan TAP MPR.

Meskipun dengan amandemen ini tidak akan membuat MPR di atas Presiden. Sebab, kalau itu yang terjadi, maka sistem konstitusi Indonesia justru akan mundur.

"Presiden dipilih oleh rakyat, yang dimaksud disini adalah bahwa MPR menjadi wadah Presiden menyampaikan dan memberikan laporan kinerjanya, pertanggungjawaban," katanya.

Maksudnya, imbuh Pareira, MPR adalah tempat dimana Presiden dan lembaga tinggi negara lainnya menyampaikan apa yang mereka lakukan pada tahun berjalan. MPR hanya menjadi fasilitator. Namun, MPR harus menjadi refleksi atau cerminan dari semua ekspresi bangsa ini, termasuk utusan golongan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement