REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R. Mamahit menilai rencana aksi mogok kerja Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT) berpotensi mengganggu kepentingan ekonomi nasional.
Berdasar surat pemberitahuan tertanggal 30 Desember 2015, SP JICT mengumumkan akan melakukan mogok kerja pada 12 Januari 2016 dan menggelar aksinya di Pelabuhan Tanjung Priok. "Kami khawatir karena selain sebagai obyek vital, pelabuhan yang menjadi lokasi aksi SP JICT merupakan bagian dari proses distribusi barang nasional dan internasional," kata Bobby, Kamis, (7/1).
Kalau mogok sampai mengganggu bongkar muat, terang Bobby, dampaknya bisa sangat buruk bagi kepercayaan pelaku usaha internasional terhadap pelabuhan di Indonesia. Aksi mogok yang pernah dilakukan SP JICT sebelumnya terbukti sudah sangat merugikan pelaku usaha.
Bahkan banyak shipping lines yang protes ke Kementerian Luar Negeri akibat kejadian tersebut. "Mereka kecewa terhadap penurunan kinerja yang terjadi akibat aksi mogok SP JICT dan mendesak pemerintah bersikap tegas atas aksi mogok agar kelancaran pelayanan bongkar muat terjamin."
Pemerintah, lanjut Bobby, juga menyayangkan sikap SP JICT yang terus memaksakan kehendak golongan tertentu sampai merugikan kepentingan umum serta menggangu aktivitas ekonomi Indonesia. Tindakan SP JICT ini bukan cuma merugikan perusahaan tempat mereka bekerja, namun juga merugikan kepentingan nasional.
Jika aksi mogok kerja terjadi, kata dia, diperkirakan JICT harus menanggung kerugian hingga belasan miliar rupiah. Bahkan bisa mencapai sekitar Rp 25 miliar dalam sehari.
Kerugian ini merupakan rugi operasional dan klaim shipping line atas gangguan pelayanan bongkar muat kontainer. Rencana mogok kerja SP JICT pada 12 Januari mendatang akan menjadi aksi yang kedua kalinya.
Sebelumnya, aksi serupa pernah mereka lakukan pada 28 Juli 2015, dengan mematikan alat dan listrik di JICT. Aksi mogok dengan mematikan alat dan listrik ini dinilai sebagai ancaman serius dan sistematis.