Selasa 05 Jan 2016 12:59 WIB

KPK Periksa Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby Reynold Mamahit (kedua dari kanan).
Foto: Antara
Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby Reynold Mamahit (kedua dari kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK panggil Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby Reynold Mamahit dalam kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tahap III di Sorong tahun anggaran 2011.

"Bobby Reynold Mamahit diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DJP (Djoko Pramono)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa (5/1).

Bobby juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Namun hingga berita ini diturunkan, Bobby belum tampak hadir di gedung KPK. Selain Bobby, dalam perkara ini KPK juga memanggil Suharmono DP dari pihak swasta, Direktur PT Intero Bumi Nazmawan dan I Nyoman Sujaya sebagai saksi dalam kasus ini.

Bobby menjadi tersangka saat bertugas di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) Kemenhub sedangkan Djoko Pramono adalah Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Laut.

Keduanya diduga melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dalam pengadaan ini, diduga negara dirugikan sekitar Rp 40 miliar.

Dalam dakwaan mantan General Manajer PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan disebutkan bahwa Budi meminta bantuan Bobby dan Djoko menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam proyek tersebut untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek tersebut.

Dari peran keduanya, Bobby mendapatkan Rp480 juta sedangkan Djoko Pramono memperoleh Rp 620 juta dari total kerugian negara seluruhnya Rp 40,193 miliar yang diperoleh dari selisih nilai pekerjaan yang diserahkan kepada subkon (Rp 19,462 miliar), kontrak PT Hutama Karya dengan subkontraktor fiktif (Rp 10,238 miliar), penggelembungan biaya operasional (Rp 7,4 miliar) dan kekurangan volume pekerjaan (Rp 3,09 miliar).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement