Selasa 05 Jan 2016 00:12 WIB

Semiotik di Balik Percakapan Dua Putra Jokowi

Presiden Jokowi bersama Iriana Widodo bersama ketiga anaknya.
Foto: Antara
Presiden Jokowi bersama Iriana Widodo bersama ketiga anaknya.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Momen akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016, dihebohkan dengan cuitan dua anak Presiden Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep. Gibran melalui akun Twitter, @Chilli_Pari dan Kaesang melalui akun, @kaesangp mendadak saling bersahutan di lini masa.

Namun, obrolan keduanya tidak sekadarnya, melainkan mengandung pesan humor. Selain berusaha menyentil pihak-pihak yang selama ini sangat keras mengkritik bahkan menghina Jokowi, keduanya juga mengingatkan kepada hater untuk lebih bijak berbicara di dunia maya.

Misalnya, ketika Gibran menulis status, "Only god can stop me #papadoyanlontong." Tentu saja cuitannya itu mengingatkan pada sosok Yulius Paonganan yang ditangkap dan kini meringkuk di sel tahanan Bareskrim Polri. Itu lantaran lewat akun @ypaonganan, ia telah meyebarkan foto Jokowi bersama artis Nikita Mirzani yang baru saja tersangdung kasus prostitusi. Akibatnya, Ongen--panggilan akrabnya--disangkakan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan terlibat penyebaran konten pornografi.

Gibran melanjutkan, "Sebelum saya mengakhiri percakapan ini, ingat lah untuk selalu berperilaku santun dan bertutur kata sopan di Twitter." Kaesang membalasanya dengan kata-kata yang seolah menirukan tweet Ongen, namun mengandung pesan satir. "Betul kakak. Kata-kata seperi LO**E perlu dihindari. Kata-kata yang lain masih banyak yang bagus untuk digunakan," tutur Kaesang.

Tidak berhenti sampai di situ, ketika ada pengikutnya yang bertanya mengapa keduanya mendadak aktif di lini masa. Jawaban yang disampaikan pun mengundang ketawa. Namun, sepertinya ada pesan khusus dalam jawaban itu lantaran masih ada sangkut pautnya dengan isu terkini yang masih terkait dengan Jokowi.

"Arep dadi (mau jadi) mafia migas," kata Gibran bercanda. Kata mafia migas memang belum lama ini ramai disangkakan kepada pengusaha Reza Chalid yang mengendalikan Petral, namun dibubarkan pada era Jokowi. Petral disebut-sebut sebagai sarang mafia migas oleh Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri.

Mendapati kakaknya menjawab ingin menjadi mafia migas, putra bungsu Jokowi menimpali dengan parodi, "Arep dadi mafia drone." Tentu saja drone itu masih terkait dengan Ongen, yang dikenal sebagai pencipta pesawat tanpa awak alias drone, yang kini harus meringkuk di sel tahanan polisi.

Gibran melanjutkan gaya sindiran ketika menanggapi pengikutnya, @kemonthil yang 'kecewa' setelah membeli Markobar, produk martabak yang dijualnya di Solo, ternyata yang mengantar adalah rekannya. Suami Selvi Ananda tersebut menjawabnya dengan kocak. "Lu pikir gw petugas partai? Wkwkwkwk," katanya. Petugas partai termasuk kata yang ramai dibincangkan masyarakat saat Pilpres 2014, ketika Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa status Jokowi sebagai capres adalah petugas partai.

Kaesang seolah tak tahan ikut berkomentar. "Wahh kayaknya kurang minum air kobokan kaki saya ini."  Minum air kobokan sebelumnya menjadi bahan dari 'kubu sebelah' untuk menyerang Jokowi setelah muncul berita warga berebut untuk meminum air cucian kaki mantan gubernur DKI Jakarta tersebut saat mengunjungi lokasi longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah pada akhir 2014 lalu.

Akun @PartaiSocmed yang mengikuti percakapan kedua putra Jokowi itu ikut berkomentar. Akun yang selama ini memang selalu membagikan cuitan positif terkait kinerja Jokowi itu menulis, "Keren itu cara @Chilli_Pari dan @kaesangp dalam merespon kritik-kritik pada ayah mereka. Butuh kecerdasan mental untuk reaksi ngocol macam begini."

Tak berhenti sampai di situ, akun @Chilli_Pari yang diambil dari nama restoran yang didirikan Gibran juga menggunakan langkah menarik untuk menanggapi kritik yang dialamatkan kepada kinerja bapaknya yang memimpin pemerintahan. Dia beberapa kali me-retweet status kritik, misal dari akun Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Melalui akun @Fahrihamzah, politikus PKS tersebut termasuk yang paling gencar mengkritik Jokowi.

Gibran juga beberapa membagikan tautan berita dari laman Mas Piyu yang dulu bernama PKS Piyungan yang memiliki akun @maspiyungan. Berita-berita yang menyudutkannya maupun bapaknya dibagikan ke dinding Twitter-nya agar dikomentari pengikutnya.

Kekocakan keduanya terus berlanjut. Kali ini, mereka mengerjai bapaknya yang sedang menikmati awal tahun baru di Raja Ampat, Sorong, Papua Barat. Ketika Jokowi mengatakan, Pulau Pianemo di Raja Ampat, sebagai surga kecil karena sangat indah, Kaesang malah menjadikannya sebagai lelucon.

"Pak, bukan bermaksud untuk tidak sopan tapi kalo cari kecebong bukan di situ tempatnya," kata alumnus Anglo-Chinese School International (ACSI) Singapura tersebut. Kaesang menambahkan, "Saya sama @Chilli_Pari duo cebong om." Kata kecebong selama ini disematkan pengkritik Jokowi kepada orang-orang yang selalu membela presiden RI ke-7 yang diusung PDIP tersebut, terlepas kebijakan Jokowi benar atau salah.

Musisi Iwan Fals ikut nimbrung melihat tingkah lalu kedua anak Jokowi itu. "Hehe ikutan ah," katanya melalui akun @iwanfals sembari memberi emoticon jempol ke atas.

Jokowi yang dimintai tanggapannya terkait ulah kedua anaknya hanya tersenyum. Dia menganggap hal itu sebagai hal yang tak perlu dipermasalahkan. "Itu kan biasa saja," ujarnya kepada wartawan. Republika sempat meminta konfirmasi ke Gibran terkait aktivitasnya yang meningkat di Twitter, belakangan ini, namun tidak mendapat tanggapan.

Pengamat komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nasrullah mengatakan, cuitan penuh satir dua anak Jokowi di media sosial (medsos) itu sebagai bentuk gejala komunikasi yang redudance (berlebihan). Dia mengingatkan, Gibran dan Kaesang merupakan anak presiden yang merupakan pejabat publik. Sehingga, meski hanya bercanda, komunikasi model menyindir itu lebih baik tidak lagi dipraktikkan demi menghindari kegaduhan yang tak perlu.

"Apa bedanya dengan para hater yang lempar sindir sana sini. Jadi, jangan bikin komunikasi yang maksimum, tapi maknanya minimum," jelasnya.

Pengamat psikologi politik Ihshan Gumilar mengatakan, fenomena saling sindir di ruang publik dan mengkritik di medsos meningkat tajam seiring merebaknya kehadiran Twitter dan Facebook. Menurut dia, medsos menjadi sebuah ajang dan tempat yang memberikan zona aman bagi siapa pun, termasuk orang yang mempunyai kepribadian pemalu sekalipun untuk bisa mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka.

Hal itu juga dikatakannya tak berbeda dengan perilaku dunia maya (online behaviour) anak presiden sekalipun terkena gejala itu. Dalam dunia nyata ataupun harus bertemu dengan masyarakat nyata di lapangan, sambung dia, belum tentu mereka anak presiden mampu mengutarakan segala apa yang disampaikannya di Twitter.

"Oleh karena itu, medsos menjadi sebuah media yang bisa memberikan keamanan psikologis (psychological security) ketika seseorang mengeluarkan semua yang ada dalam pikiran dan uneg-uneg mereka, tanpa harus merasa terancam dan sebagainya," kata kandidat doktor di Ghent University, Belgia tersebut.

Dia menjelaskan, apa yang ditampakan dua putra Jokowi dalam dunia maya itu belum tentu mampu ditampakkan di dunia nyata. Tapi yang ada di dunia maya, kata dia, merefleksikan apa yang ada dalam pikiran mereka sebagai seorang manusia.

"Manusia selalu menginginkan zona aman dan melakukan pembelaan diri (self defense). Kehadiran medsos termasuk Twitter menjadi sebuah cara untuk tetap menjaga kebutuhan psikologi tersebut dalam kondisi kondusif."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement