Senin 04 Jan 2016 17:46 WIB
Pemberlakuan MEA

Hanya Delapan Profesi yang Bisa Lintas ASEAN

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pejawat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan tokoh sarikat buruh Jumhur Hidayat mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan ketika menghadapi pelaksanaan MEA (Masyarakat  Ekonomi ASEAN). Apalagi, pada kenyataannya, tidak semua jenis pekerjaan bisa menjadi profesi lintas negara.

"Ingat, jangan takut secara tak masuk akal. Sebab, menurut perjanjian MRA (Mutual Recognition Agreement) tahun 2013 hanya delapan jenis pekerjaan atau profesi yang bisa lintas antarnegara ASEAN. Itu adalah arsitek, insinyur sipil, dokter umum, dokter gigi, akuntan, pemandu wisata (guide), tenaga surveyor, dan perawat. Di luar jenis profesi luar itu tak bisa lintas negara,’’ kata Jumhur kepada Republika.co.id, Senin (4/1).

Menurut Jumhur, jadi tidak benar bila profesi lain, misalnya sopir atau tukang ojek, di Indonesia nantinya akan diisi oleh orang dari negara-negara ASEAN. Hal inilah yang sering disalahpahami seolah-olah semua jenis pekerjaan yang ada di Indonesia bisa diambil para pekerja asing.

"Meski begitu, memang ada sayangnya. Kedelapan jenis pekerjaan yang bisa lintas negara itu, Indonesia sendiri masih kekurangan. Salah satu contohnya adalah minimnya jumlah dokter dan insinyur atau arsitek. Di situ nanti kita bisa kebanjiran tenaga asing. Jadi, jangan heran misalnya nanti di kota kecil di pedalaman Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, atau Papua ada dokter dari Thailand. Ya itulah imbas berlakunya MEA," katanya.

Kepada pihak pemerintah, lanjut Jumhur, harus serius memperhatikan kualitas serta lalu lintas pekerja asal negara-negara ASEAN. Diharapkan mereka juga harus mengenal budaya, agama, adat istiadat, dan hukum yang berlaku di Indonesia.

"Mereka juga hendaknya dipersyaratkan bisa berbahasa Indonesia. Jadi, tidak bisa dilepas begitu saja pengaturannya," ujar Jumhur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement