REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mendesak kepada aparatur hukum agar kasus meninggalnya Salim Kancil yang menjadi korban penganiayaan karena menjaga lingkungan, dilakukan secara transparan dan pelaku dijatuhi hukuman setimpal.
“Saya mendesak agar persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Lumajang, sehingga bisa menjamin keselamatan keluarga korban dan saksi-saksi,” kata Marwan, Ahad (3/1)
Salim Kancil merupakan sosok aktivis warga lumajang yang menolak pertambangan pasir di desanya, di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Salim meninggal pada akhir September 2015 lalu.
Menteri pertama yang mengurusi desa tersebut mengatakan, desakan tersebut dikemukakan karena adanya keluhan dari para saksi yang mengkhawatirkan keselamatan jiwanya jika sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Logikanya memang benar. Karena jaraknya cukup jauh dan sangat memberatkan saksi-saksi yang sebagian besar bekerja sebagai petani,” ujarnya.
Menurut Marwan, pengadilan harus memerhatikan keinginan para saksi yang menginginkan Pengadilan di Lumajang tersebut. Jika dipaksakan tetap dilakukan di Surabaya, kata Marwan, akan membuat lelah saksi.
“Saksi perlu konsentrasi yang baik. Apalagi saksinya tidak hanya masyarakat, tapi istri almarhum Salim Kancil. Kondisi itu harus menjadi perhatian,” ujarnya.