Senin 04 Jan 2016 05:33 WIB

Sepanjang 2015, Kasus Kekerasan di Dunia Pendidikan Masih Tinggi

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Hazliansyah
Tawuran pelajar.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tawuran pelajar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kekerasan dalam pendidikan sepanjang tahun 2015 masih tinggi. Pelaku tidak hanya guru terhadap murid, tetapi juga murid dan orangtua terhadap guru, serta siswa terhadap sesama siswa.

"Walau Indonesia memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan dan instruksi pemerintah untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak. Namun, penerapan yang belum optimal membuat anak-anak Indonesia belum sepenuhnya terlindungi," ujar Retno Listyarti, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Ahad (3/1).

 

Beberapa contoh peraturan terkait hak anak ialah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Instruksi Presiden Nomor 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak. Selain itu juga UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Namun, penerapan perangkat hukum itu masih terbentur beragam kendala. Antara lain ketidaktahuan masyarakat dan kurangnya komitmen pemerintah daerah,” ujar Retno.

(baca: Tawuran di Menteng Dalam karena Rebutan Lahan Parkir)

Meski ada peraturan mengenai perlindungan terhadap anak namun kekerasan yang dialami anak sepanjang 2015 tidak menurun bahkan cenderung semakin mengerikan.

Contohnya, peristiwa tewasnya siswa SD di Jakarta saat jam efektif di sekolah, pengeroyokan siswa SD terhadap teman perempuannya yang terjadi di jam belajar  di salah satu sekolah di Padang, atau penyekapan dan penganiayaan terhadap seorang siswi SMA di Yogyakarta hanya karena tato Hello Kitty.

Seorang siswa, lanjutnya, bahkan tega menebas lengan teman sekolahnya karena dipicu kecemburuan di Surabaya. Tawuran siswa SMA di Jakarta masih banyak merengut nyawa.

"Fakta tersebut menunjukan ada masalah dengan pendidikan di negeri ini, harus ada revolusi mental di dunia pendidikan. Kita tunggu program gebrakan Kemendikbud untuk merevolusi mental melalui pengembangan pendidikan karakter," kata Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement