REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena El Nino dianggap sudah mencapai puncaknya pada akhir 2015 lalu. Situasi ini akan terus menurun hingga menuju normal pada pertengahan 2016.
Peneliti Meteorologi Tropis, Badan Pengkajian dan Penerapatan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto mengatakan, fenomena El Nino tahun lalu memang masih terasa hingga kini meski sudah mengalami penurunan.
Tidak hanya itu, pengaruhnya juga berdampak pada curah hujan selama 2015 hingga 2016. “Total curah hujan yang turun selama musim hujan 2015 hingga 2016 mengalami penurunan signifikan sekitar 30 persen,” kata Handoko kepada Republika.co.id, Ahad (3/1).
Ke depan, Handoko memprediksi iklim di dunia sampai saat ini belum secara akurat menjangkau sampai setahun. Ia menegaskan, pengaruh El nino dalam beberapa bulan ke depan tidak terlalu berdampak. Indonesia justru akan memasuki musim hujan yang perlu diantisipasi dampaknya nanti. Hanya saja, dia melanjutkan, prediksi curah hujannya akan mengalami pengurangan dibandingkan normalnya.
Menurut Handoko, puncak musim hujan diperkirakan akan mulai terjadi pada pertengahan Januari hingga Februari nanti. Oleh sebab itu, masyarakat masih perlu mengantisipasi terjadinya hujan denga intensitas tinggi. Karena hal ini berpotensi mengakibatkan banjir ke depannya.
Handoko berpendat, air hujan yang turun harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Air hujan harus dipanen untuk persiapan musim kemarau 2016. Meskipun musim kemarau pada 2016 tidak separah yang terjadi pada tahun lalu.
Berkenaan dengan pemanenan air hujan, Handoko menerangkan, ini bisa dilakukan oleh para pengelola waduk. Caranya, dengan mengatur penyimpanan dan penggunaan air secara cermat. Masyarakat bisa menampungnya dengan membuat tampungan pemanenan air hujan yang sudah banyak disosialisasikan oleh para ahli sebelumnya.
Sebelumnya, Menurut Kepala Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTL-BPPT) Arie Herlambang , sistem pemanenan hujan dapat menanggulangi banjir cukup signifikan. "Memanen air hujan pada penampungan dengan ukuran 10 meter kubik selama 2-3 jam dengan intensitas lebat mampu mengurangi genangan secara signifikan," kata Arie.
Konsepsi pemanenan air hujan, jelas Arie adalah mengalirkan air hujan yang jatuh ke permukaan atap melalui talang air untuk ditampung ke dalam bak penampungan di bawah tanah. Kemudian limpasan air yang keluar dari tangki penampung yang telah penuh itu disalurkan ke dalam sumur resapan yang meresapkan air hujan ke tanah.
Pemanenan hujan ini sangat penting dilakukan di daerah yang tinggi curah hujannya. Jika sistem pemanenan air hujan ini dilakukan secara masif, jelas akan berdampak baik. Selain menghindarkan wilayah dari genangan banjir, masyarakat juga akan mendapat sumber air bersih yang murah serta penambahan jumlah cadangan air tanah yang nantinya sangat berguna pada musim kemarau.