Ahad 03 Jan 2016 16:38 WIB

Pemerintah Diminta tak Terjebak Arus Liberalisasi

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Ilham
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Kusfiardi mengatakan, pada prinsipnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) itu liberalisasi.

"Liberalisasi dalam konteks MEA sudah hampir pada keseluruhan aspek perekonomian, jadi itu membebaskan lalu lintas orang, jasa, barang, dan modal, artinya tidak ada lagi yang sifatnya diskriminatif termasuk tarif," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/1).

Menurut data BPS per November 2015 penyerapan tenaga kerja Indonesia yang terbesar di sektor konstruksi dan perdagangan. Ia melanjutkan, dari kedua sektor itu jika dilihat dari segi pendidikan sebagian besar adalah lulusan SD. Artinya kedua masuk dalam aktifitas perdagangan pada tenaga kerja murah.

"Kalau dikaitkan dengan industri nasional ini membahayakan, karena akhirnya mungkin saja pada MEA orang Indonesia masih bisa bekerja tapi sebagai tenaga kerja rendahan dengan gaji kecil," katanya.

Kedua, jika MEA berjalan akan memperbesar kelompok pedagang yang memperdaganagkan barang bukan produksi Indonesia. Dua hal itu menurutnya sudah cukup memberikan peringatan bagi bangsa ini karena akhirnya penciptaan lapangan pekerjaan akan tergantung pada asing.

Berdasarkan pertimbangan ini, pemerintah tidak memaksakan diri dengan berbagai retorika yang seolah-olah MEA ini harus dijalani. Seharusnya pemerintah melihat kondisinya bahwa bagian terbesar yang diserap tenaga kerja Indonesia adalah lulusan SD.

"Nah di sisi lain sektor ekonomi sudah digerakan industri keuangan. Sementara sektor riil kita bergerak lambat, konsekuensinya impor kita meningkat bukan hanya barang konsumsi biasa tapi juga pangan," katanya menambahkan.

Ia melanjutkan, seharusnya pemerintah bisa merasionalisasi untuk mengevaluasi MEA dan mengambil langkah yang bisa memperkuat perekonomian nasional sehingga tidak terjebak pada arus liberalisasi yang saat ini tengah gencar didorong negara maju.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement