Rabu 30 Dec 2015 21:41 WIB

Kandasnya Gugatan Terhadap Pelaku Pembakar Hutan Jadi Preseden Buruk

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan keputusan hakim yang menolak gugatan perdata pemerintah kepada PT Bumi Mekar Hijau (BMH) atas kasus kebakaran hutan pada tahun 2014 merupakan preseden buruk.

Menurut Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan Hadi Jatmiko, keputusan tersebut membuktikan bahwa pengadilan masih menjadi tempat "mencuci dosa" bagi para korporasi nakal.

"Padahal membakar adalah modus lama pembukaan lahan. Jika hakim masih tidak mengakuinya artinya hakim menutup mata pada fakta yang sudah terjadi puluhan tahun," ujat Hadi dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Pada hari ini Rabu (30/12), dalam sidang yang dipimpin oleh Parlas Nababan dengan Eliawati dan Saiman sebagai hakim anggota, Pengadilan Negeri Palembang menolak gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke PT Bumi Mekar Hijau senilai Rp7,8 triliun.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti ketersediaan peralatan pengendalian kebakaran, lahan yang terbakar masih dapat ditanami lagi, pekerjaan penanaman diserahkan ke pihak ketiga, adanya pelaporan secara reguler dan tidak ada laporan kerusakan lahan di Dinas Kehutanan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Majelis hakim juga menilai gugatan pemerintah prematur, eksepsi gugatan kabur, waktu terjadinya kebakaran serta dalil tidak jelas, dan justru pihak tergugat yang mengalami kerugian lebih besar.

Namun, menurut Manajer Hukum dan Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI Muhnur Satyahaprabu putusan hakim PN Palembang tidak berdasarkan pada fakta dan bukti keterangan ahli di dalam persidangan.

baca juga: Gugatan Kebakaran Hutan Ditolak Pemerintah akan Ajukan Banding

"Salah satu saksi ahli, Prof. Bambang Hero, menjelaskan dengan baik bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan, apalagi yang terjadi di lahan gambut. Keterangan ahli menilai bahwa kebakaran hutan di lahan gambut yang terjadi di lahan PT BMH seluas 20.000 hektare membutuhkan biaya setidaknya Rp7 triliun untuk memulihkannya," tutur Muhnur.

Walhi juga mengkritik KLHK yang tidak mendesak agar persidangan dipimpin oleh hakim yang bersertifikasi hukum lingkungan. Padahal, kasus lingkungan merupakan kasus yang luar biasa ("extraordinary") yang membutuhkan pemahaman mumpuni tentang perundang-undangan lingkungan.

PT BMH sendiri digugat atas dugaan pembakaran lahan di area seluas 20.000 hektare pada tahun 2014 di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan.

Berdasarkan data WALHI, PT BMH diduga masih terlibat dalam pembakaran hutan pada tahun 2015, bahkan wilayah hutan mereka adalah yang terluas di Sumatera Selatan.

Dari 375.646 hektare luasan kebakaran di konsesi kehutanan Sumatera Selatan pada 2015, luas hutan PT BMH yang terbakar mencapai 28,8 persen atau 103.023 hektare.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement