REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan Badan Pengusahaan (BP) Batam akan dibubarkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan investasi.
"Target kami, BP Batam dihapus pada Januari 2016. Kami sudah melakukan kajian bersama menteri terkait," kata Mendagri saat pidato pelantikan Nuryanto sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Riau di Gedung Daerah Tanjungpinang, Rabu.
BP Batam sebelumnya bernama Otorita Batam, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41/1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. BP Batam dibentuk berdasarkan Perppu UU Nomor 1 Tahun 2000, tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Tjahjo mengatakan pembubaran BP Batam disebabkan berbagai permasalahan yang muncul selama ini, terutama terkait tumpang tindih kewenangan antara BP Batam dengan Pemkot Batam yang dapat menghambat investasi.
"Memperhatikan permasalahan yang terjadi selama ini, BP Batam harus dibubarkan. Tumpang tindih kewenangan antara BP Batam dengan Pemkot Tanjungpinang menghambat pembangunan dan investasi," ujarnya.
Dia menjelaskan pembubaran BP Batam akan dilaksanakan cepat, namun tidak menunggu undang-undang diubah. Hal itu disebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah ketentuan itu cukup lama."Revisi peraturan tentang BP Batam tetap dilaksanakan, tetapi kami akan fokus membuat peraturan baru sebagai payung hukum," ujarnya.
Pemerintah pusat berencana menetapkan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, seperti delapan daerah lainnya di Indonesia. Kewenangan yang diberikan dalam pengelolaan kawasan itu terbatas, seperti sebagai penggerak perekonomian di Batam.
Gubernur Kepri diharapkan mampu mengontrol aktivitas perekonomian di Batam agar semakin berkembang."Kalau Kawasan Ekonomi Khusus ini selesai dibentuk, kewenangan berada di tangan gubernur. Investasi tidak hanya dilakukan swasta, melainkan juga dibebankan pada pemerintah," katanya.
Menurut dia, investor masih pro kontra terkait rencana pembubaran BP Batam. Namun untuk diketahui, kebijakan ini dilakukan untuk mengembangkan investasi dan optimalisasi pendapat negara. "Dalam 10 tahun terakhir negara kehilangan pendapatan sekitar Rp 20 triliun," katanya.
Dia mengatakan Presiden Joko Widodo menyetujui rencana tersebut, namun harus dilengkapi dengan regulasi yang tegas. "Beliau (Presiden Jokowi) sangat-sangat setuju. Harus ada keberanian kalau menunggu revisi undang-undang butuh waktu lama," katanya.