Senin 28 Dec 2015 19:16 WIB

Program Sinergi Pulihkan Sungai Ciliwung

Salah satu aksi komunitas peduli Ciliwung.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Salah satu aksi komunitas peduli Ciliwung.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh A Syalabi Ichsan dan Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Gerimis di pagi itu tak membuat Jumari berhenti. Dia masih saja asyik membersihkan anak-anak tangga di bibir kali. Beberapa hari ini, lumpur kerap hinggap ke dermaga semi permanen di markas Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Tanjungan, Jakarta itu. Musim hujan yang membuat debit air sungai naik menyumbang tanah basah sehingga melicinkan dermaga. Jumari pun harus bersih-bersih untuk memastikan dermaga aman bagi penggunanya.

Pagi itu, Jumari tak sendiri. Dia ditemani kicauan jangkrik dan seekor tupai yang sedang hinggap di pohon kelapa. Sapi yang melenguh di kandang seberang KPC Tanjungan menambah kawan. Jumari pun kembali bersemangat membersihkan dermaga.

Jumari, pendiri KPC Tanjungan hendak menyambut tamu dari Tangerang, Banten. Para relawan lingkungan itu akan studi banding ke KPC. Mereka ingin tahu bagaimana mendirikan komunitas yang beraktivitas di bibir sungai. "Sambil nikmatin makan di pinggir kali," ujar Jumari saat berbincang dengan Republika pada Kamis (17/12).

KPC itu bersembunyi di balik sudut Gang Ciliwung 1, Jalan Raya Condet, Jakarta Timur. Tak banyak yang menduga masih ada tempat asri seperti KPC Tanjungan di Jakarta. Padahal, tempat itu tak jauh dari hiruk pikuk kota. Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta hanya berjarak sepuluh menit perjalanan motor dari sana.

Jumari mengungkapkan, KPC itu diberi nama Tanjungan karena lokasinya memang mirip dengan tanjung. Sungai Ciliwung mengalir hampir mengitari tempat seluas hampir setengah hektare itu. Jumari meminjam 500 meter lahan sepupunya untuk dijadikan markas komunitas.

Jumari mengaku mengusung konsep ekowisata sebagai kegiatan di KPC. Karena itu, KPC kerap menerima tamu dari berbagai kalangan yang hendak belajar dan berekreasi. Karyawan perusahaan, mahasiswa dan para aktivis lingkungan kerap menyambangi KPC itu. Paling sering adalah pelajar sekolah. Anggota Pramuka pun rajin untuk menggelar perkemahan sabtu-mingggu (Persami) di KPC Tanjungan. Prosesi penaikan pangkat sering dilakukan anggota Pramuka.  

Tamu yang bertandang ke KPC akan merasakan ragam kegiatan di sana. Awalnya, mereka akan apel di sepetak lahan tanpa aspal. Di akhir upacara, Jumari akan memberikan penjelasan mengenai pentingnya keberadaan Sungai Ciliwung bagi manusia. Dia  bercerita bahwa Ciliwung sekarang sudah menjadi tempat sampah buat sebagian warga Jakarta.

Selanjutnya, mereka diperkenalkan bagaimana membuat hidroponik sederhana. Berbekal bahan 'styrofoam' dan gelas plastik bekas, mereka akan membuat instalasi hidroponik sekali panen. Beragam tanaman dari cabai hingga selada bisa ditanam di instalasi itu. "Nanti (instalasi) dibawa buat ditaruh di sekolah," kata Jumari.

Mereka juga diperkenalkan membuat emping condet. Berbahan dasar melinjo, mereka diajari cara memanaskan buah itu dengan pasir. Mereka akan belajar membuka cangkang melinjo kemudian menumbuknya sehingga menjadi emping siap goreng. "Buat emping, kita kerja sama dengan warga sekitar," katanya.

Kegiatan ditutup dengan berburu sampah di sungai menggunakan perahu karet. Dengan bergiliran, peserta secara berkelompok mencari sampah di aliran sungai. Selama di perahu itu Jumari kembali mengingatkan peserta betapa sampah-sampah di Ciliwung dapat menjadi bom waktu bagi warga. Menurut Jumari, sampah menjadikan sungai lebih dangkal. Ciliwung pun tak mampu menahan debit air yang masuk. Ini yang menjadi penyebab banjir.

Semua tamu yang datang ke KPC Tanjungan tak dikutip biaya tertentu. Mereka hanya memberikan uang kebersihan seikhlasnya. Jumari mengaku tak mau mencari uang dari kehadiran para tamu yang berkunjung ke KPC. Jika KPC dikomersialisasi, ia khawatir komunitas ini tak akan hidup awet. "Ini kerja sosial," katanya.

Meski begitu, Jumari mengaku kerap kembang kempis untuk membiayai aktivitas di KPC. Dia harus merogoh kocek untuk membeli bahan bakar mesin perahu karet. Dia pun harus menyiapkan camilan dan air untuk para tamu. Belum lagi ongkos untuk pulang pergi dari kediamannya ke KPC. Gajinya sebagai pekerja harian lepas (PHL) Dinas Kebersihan DKI Jakarta tak cukup menutup biaya operasional KPC.

Jumari harus memutar otak untuk menyelasaikan masalah itu. Bapak lima anak ini berencana untuk menjual produk berbahan alam yang diambil dari sekitar KPC. Tahun depan, dia mengaku akan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) tentang bisnis berbasis lingkungan. KPC Tanjungan akan diajarkan bagaimana mengemas produk-produknya supaya bisa diterima di pasaran. Dengan begitu, kata dia, kegiatan ekowisata di KPC pun bisa terus berlangsung.

Kesadaran Jumari untuk mendirikan KPC Tanjungan tak datang begitu saja. Pria asli Betawi sebelumnya aktif dalam Forum Relawan Penanggulangan Bencana Alam (FRPBA). Komunitas yang dibentuk untuk mengangkat korban hanyut di Sungai Ciliwung.

Saat bencana tsunami di Aceh terjadi pada 2004, Jumari dan timnya ikut terjun ke Serambi Makkah. Pengalaman mereka mencari jenazah dibutuhkan tim evakuasi tsunami. Kala itu, tenaga relawan benar-benar dibutuhkan mengingat korban yang mencapai lebih 100 ribu jiwa.

Pria berusia 47 tahun ini pun ikut menjadi saksi betapa poranda bumi Aceh karena bencana. Selama di sana, Jumari belajar bahwa alam yang dizalimi tangan-tangan manusia dapat 'marah'. Berlaku ramah kepada alam menjadi wajib hukumnya bagi Jumari. Apalagi, Jumari memang lahir dan besar di pinggir kali. "Dari situ saya belajar harus berbuat sebelum bencana datang," ujarnya.

Sepulang dari Aceh, Jumari bersama teman-temannya membentuk KPC. Lahan tidur yang dimiliki sepupunya digunakan untuk mendirikan gubuk bambu sederhana. Gubuk itu menjadi tempat berkumpulnya para anggota komunitas untuk mengangkat kali. Bekerja sama dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Jumari kemudian menjalankan program Prokasih (program kali bersih) dan 3 R (reduce, reuse, recycle).

Kegigihan Jumari membersihkan sungai mengundang perhatian Grup Astra. Pada 2007, program corporate social responsibility (CSR) Astra membantu aktivitas KPC tersebut. Jumari menerima uluran tangan Astra dengan syarat bentuknya bukan uang tunai.

Astra lantas membangun sebuah saung bambu berlantai keramik. Di belakangnya ada dua pintu toilet yang bisa digunakan warga sekitar. Sebuah dermaga semipermanen lengkap dengan perahu karet bermotor juga dihibahkan untuk KPC. Jumari mengungkapkan, total nilai bantuan Astra untuk KPC Tanjungan, yakni Rp 500 juta. "Tapi saya sama sekali enggak mau megang uang tunai. Astra kasih barang aja," jelasnya.

Bantuan dari Astra pun membangkitkan semangat Jumari untuk terus menyuarakan 'Setop Nyampah di Kali'. Dengan perahu karet, Jumari rutin memungut sampah dari kali. Dia berpatroli hingga 200 meter untuk mengambil sampah itu. Adanya saung dimanfaatkan Jumari untuk mengundang warga sekitar dan para pelajar. Di sana, mereka bersama-sama mendaur ulang sampah yang diambil dari Ciliwung.

Dia pun memilih fokus untuk menjadikan ekowisata sebagai fokus aktivitas KPC Tanjungan. Ekowisata dipilih Jumari karena masa kecilnya yang dihabiskan di kali. Ketika itu, Ciliwung kerap diramaikan warga untuk berenang dan menyegarkan pikiran.

Jumari juga merujuk salah satu anak sungai di Korea Selatan (Korsel) bernama Cheonggyecheon. Sungai kecil itu membelah Seoul, ibu kota Korsel.  Cheonggyecheon tak hanya dikenal karena airnya yang jernih. Sungai itu menjadi pilihan rekreasi warga perkotaan karena dapat memenuhi kebutuhan masyarakat urban.

Di sepanjang kali, ada pedestrian yang tertata rapi. Ada 22 jembatan memperindah kali itu. Kafe-kafe merek terkenal pun berjejer. Plasa yang dilintasi kali turut menjadi pilihan tempat nongkrong anak muda Korea.

Padahal, pada tahun 1970-an, sungai sepanjang sepuluh kilometer ini amat kumuh. Cheonggyecheon kerap menjadi tempat membuang sampah dan kotoran warga pendatang di Seol. Tak jauh kondisinya dari Ciliwung sekarang. Kali itu pun kerap menjadi inspirasi bagi Jumari kalau Ciliwung pun bisa berubah. "Program jangka panjang kita, 2025 semua Ciliwung sudah jadi ekowisata," katanya semangat.

Ketua Gerakan Ciliwung Bersih Penny Susanti mengungkapkan, sebanyak 26 komunitas tersebar dari Puncak, Bogor, Depok hingga Jakarta. Jumlah komunitas Ciliwung saat ini sudah meningkat signifikan. "Kalau dulu waktu awal saya aktif cuma dua," katanya.

Komunitas-komunitas itu memiliki ragam aktivitas untuk membersihkan Ciliwung. Setiap komunitas memiliki ciri khas yang berbeda. Jika KPC Tanjungan mengembangkan ekowisata, KPC lain mengembangkan daur ulang sampah, sekolah alam hingga konservasi pohon.

Dia menjelaskan, komunitas Ciliwung memegang peran penting untuk pemulihan sungai. Para relawan akan menjadi garda terdepan untuk membersihkan kali dan menyosialisasikannya kepada masyarakat. Tak hanya itu, kata Penny, mereka akan berperan sebagai semacam polisi alam yang mengingatkan agar warga tak membuang sampah di kali.

Untuk menjaga keberlangsungan aktivitas para komunitas ini, Penny mengungkapkan, pihaknya bekerjasama dengan pemerintah dan CSR perusahaan menginisiasi kegiatan dengan tema beragam. Setiap bulan, bermacam-macam agenda disiapkan untuk menampung para komunitas.

"Februari itu ada Hari Sampah, Maret Hari Air sedunia, April ada World Day. Terus berputar setiap bulan," kata Penny. Terakhir, komunitas peduli Ciliwung menyelenggarakan peringatan Hari Ciliwung pada 11 November. Kegiatan itu dipusatkan di Balekambang, Condet, Jakarta Timur.

Penny mengatakan, peran swasta penting untuk memancing berdirinya komunitas di Ciliwung. Kepedulian perusahaan lewat program-program CSR dapat memudahkan komunitas menyelenggarakan kegiatan. Dia mencontohkan KPC Tanjungan yang didirikan Jumari mampu berkembang setelah mendapatkan perahu karet dan saung dari  program CSR Astra. Saat ini, KPC Tanjungan mampu mandiri menyelenggarakan berbagai macam kegiatan ekowisata.  

Untuk menjaga agar program CSR tepat sasaran, Penny menyarankan agar pihak swasta mampu memberi bantuan yang tepat sesuai dengan kekhasan komunitas itu. Misalnya, kata dia, komunitas yang fokus pada daur ulang sampah sebaiknya diberikan mesin pencacah sampah. Sedangkan komunitas lain yang mengembangkan ekowisata bisa diberikan perahu karet. "Dengan catatan semua itu sifatnya pancingan."

Penny juga mengusulkan agar swasta turut berperan supaya komunitas itu dapat menghidupi kegiatannya dengan mandiri. Dia mencontohkan, produk-produk daur ulang sampah, buah dari pepohonan yang hidup di sepanjang Ciliwung, hingga produksi emping sebenarnya mampu dijual. Syaratnya, ada nilai tambah dari produk-produk tersebut. "Swasta dan perguruan tinggi bisa berperan disini," ujarnya.

Dia menjelaskan, keberadaan komunitas-komunitas Ciliwung sudah terbukti mampu membuat Sungai Ciliwung perlahan-lahan pulih. BPLHD DKI Jakarta mencatat pada 2014, indeks pencemaran air di sungai sepanjang 120 kilometer itu sudah mencapai 32 persen. Padahal, pada 2011, Sungai Ciliwung mencatat indeks pencemaran hingga 88 persen.

Dengan kasat mata, kata Penny, warga saat ini sudah mampu menemukan ikan nila, ikan baung hingga ikan mujair di Ciliwung. Tak hanya itu, dia menjelaskan, penggunaan air dari Ciliwung sebagai bahan baku air bersih pun kembali dilakukan.

Pada tahun ini, pemerintah bersama Grup Astra mengadakan fasilitas pengolahan air di Kelurahan Pejaten Timur. Ini juga menjadi bukti mulai pulihnya Ciliwung mengingat air dari kali berhenti digunakan sebagai bahan baku air bersih sejak 2002.

***

Kepala BPLHD DKI Jakarta Junaedi mengapresasi kegiatan KPC Tanjungan yang peduli dengan air Ciliwung. Menurut dia, kegiatan para anggota komunitas itu merupakan hal positif. Tentu saja, pihaknya merasa terbantu dengan kegiatan masyarakat yang ikut peduli terhadap kelestarian sungai terbesar di Ibu Kota tersebut. "Kami mendukung sekali komunitas mereka," ujarnya.

Junaedi menyatakan, dukungan perusahaan berupa CSR kepada KPC Tanjungan juga merupakan bentuk sinergitas antara masyarakat dan swasta dalam membantu pemerintah merawat kebersihan sungai. Dia ingin ke depannya komunitas tersebut tidak hanya berkutat pada masalah kebersihan sungai, tetapi ikut menjaga kelestarian lingkungan di wilayah Ciliwung dan sekitarnya.

Dia yakin, kegiatan komunitas yang didukung dana korporasi dan ditambah kebijakan yang pas dari pemerintah dapat menjadi solusi bagi Ciliwung yang kondisinya semakin memprihatinkan. "Bagus itu, perlu didukung kalau perusahaan membantu dana CSR untuk komunitas yang menjaga Ciliwung. Ini berdampak baik pada lingkungan," tuturnya.

Pihaknya pun berencana menggandeng warga yang peduli dengan pencemaran sungai untuk mendeklarasikan diri tidak hanya terlibat dalam masalah kebersihan, tetapi juga kelestarian sungai agar bisa dimanfaatkan penduduk Jakarta.

Head of Environment & Social Responsibility PT Astra International Tbk Riza Deliansyah menjelaskan, program bantuan kepada warga Condet yang tinggal di sekitar Ciliwung sebagai bentuk kepedulian sekaligus edukasi warga terhadap pencemaran air. Dia berharap, semoga program menggandeng komunitas dapat membangun kesadaran dan kepedulian warga sekitar untuk senantiasa merawat lingkungan agar menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat sesuai dengan visi perusahaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement