REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, langkah Kementerian Perhubungan melarang operasional angkutan barang tidak akan berdampak signifikan dalam mengurangi tingkat kemacetan selama libur panjang atau pada saat arus balik.
"Mungkin ada efeknya, tapi pasti kecil," kata Azas kepada Republika, Ahad (27/12).
(Baca juga: Menhub Larang Angkutan Barang Beroperasi)
Menurut Azas, parahnya tingkat kemacetan pada libur natal dan tahun baru ini disebabkan karena tidak siapnya Kementerian Perhubungan dalam menyiapkan transportasi umum. Ada begitu banyak masyarakat yang akhirnya tidak bisa mendapatkan tiket tansportasi umum seperti kereta api dan bus.
"Masyarakat akhirnya lebih banyak memilih pakai mobil pribadi. Selain itu, mereka juga berpikir bahwa pakai kendaraan pribadi lebih aman dan nyaman," ucap dia.
Karena itu, tambah dia, akan tetap terjadi kemacetan saat arus balik nanti. Ini lantaran masyarakat sudah terlanjur berpergian ke tempat tujuan masing-masing menggunakan mobil pribadi.
Menurut dia, tindakan yang bisa dilakukan Kemenhub untuk mengurangi tingkat kemacetan adalah dengan bekerjasama secara intensif dengan kepolisian untuk mengatur lalu lintas. Alasannya, salah satu penyebab parahnya kemacetan saat arus mudik adalah tidak sigapnya Kemenhub dan kepolisian dalam melakukan rekayasa lalu lintas.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 25 Desember telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 Tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Larangan Pengoperasioan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016.
Angkutan barang yang dilarang beroperasi adalah kendaraan pengangkut bahan banguan, truk tempelan dan truk gandengan, kendaraan kontainer, serta kendaraan pengangkut barang dengan sumbu lebih dari dua.
Meski begitu, Menhub memberikan pengecualian terhadap kendaraan pengangkut BBM dan BBG, ternak, bahan pokok, pupuk, susu murni, dan pos. Selain itu juga kendaraan pengangkut barang ekspor atau impor dari dan menuju lima pelabuhan utama.