REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, Jawa Barat, kembali mengingatkan pemilik angkot untuk segera mendaftarkan diri atau bergabung dalam badan hukum seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22/2009, hingga batas waktu yang ditentukan sebelum berakhir 2015.
"Surat peringatan ketiga telah kita terbitkan dan kirimkan kepada pemilik angkot yang belum berbadan hukum terhitung 17 November lalu," kata Kepala DLLAJ Kota Bogor, Achsin Prasetyo, di Bogor, Selasa (22/12).
Ia mengatakan, hingga 21 Desember kemarin, dari 3.412 unit angkot di Kota Bogor, 80 persen telah bergabung dan memiliki badan hukum, tersisa 895 unit lagi yang belum memiliki badan hukum.
"Badan hukum yang sudah terbentuk sebanyak 22 badan hukum terdiri dari 13 koperasi dan sembilan perseroan terbatas," katanya.
Dijelaskannya, sesuai aturan batas waktu diberlakukannya angkot berbadan hukum hingga 31 Desember mendatang. Angkot yang sudah bergabung ke dalam badan hukum diharuskan mendaftar ulang untuk mendapatkan izin trayek. "Bagi yang belum berbadan hukum, otomatis izin trayeknya bisa dibekukan," kata Achsin.
Namun, lanjut Achsin, pemberlakukan sanksi tidak serta merta dijatuhkan. Saat ini Pemerintah Kota Bogor berupaya terus mendorong agar pemilik angkot segera mendaftarkan diri atau bergabung dengan badan hukum yang sudah terbentuk.
"Karena dari 22 badan hukum yang sudah terbentuk baru dua saja yang memenuhi syarat dan ketentuan. Artinya ini masih perlu kita benahi dan sosialisasikan agar pembentukan badan hukum benar-benar sesuai peruntukkannya," kata dia.
Achsin menjelaskan bahwa angkutan umum diharuskan berbadan hukum adalah aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22/2009 yang dijabarkan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam Peraturan Daerah Nomor 3/2013 tentang penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Aturan tersebut juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 64 Tahun 2015 dengan menindaklanjuti Permendagri Nomor 101/2014 tentang pajak balik nama disubsidi oleh pemerintah sebesar 70 persen.
"Aturan jelas, bahwa angkutan umum berbadan hukum menjadi keharusan," katanya.
Dikatakannya, tujuan pembentukan badan hukum angkot ini adalah untuk mempermudah penataan, pengawasan, penindakan dan perawatan kendaraan, sehingga transportasi umum di Kota Bogor lebih tertata dengan baik, aman serta nyaman.
"Diharapkan melalui aturan ini, ke depannya manajemen angkutan umum di Kota Bogor lebih baik, pengartuan dan pengendalian oleh pemerintah lebih mudah, kualitas pelayanan meningkat. Sehingga harapan masyarakat untuk pelayanan transportasi umum lebih baik dapat terwujud," katanya.
Sementara itu, kebijakan angkutan umum wajib berbadan hukum sempat mendapat penolakan dari para pemilik angkot di Kota Bogor yang melakukan demonstrasi serta mogok operasi beberapa waktu lalu. Penolakan ini terkait balik nama STNK dan BPKB dari perorangan menjadi atas nama badan usaha atau hukum.
"Jadi pemilik bukan menolak kebijakan angkot badan hukum, mereka menolak balik nama STNK dan BPKB menjadi milik badan hukum karena khawatir aset mereka hilang," kata Ketua Organda Kota Bogor, Moch Ishak.
Menurut Ishak, penolakan tersebut dilakukan oleh sejumlah pemilik angkot yang belum mengetahui secara benar tentang aturan angkot berbadan hukum, sehingga khawatir hilangnya aset mereka.
Menanggapi aspirasi para pemilik angkot, Pemerintah Kota Bogor telah mengeluarkan tiga solusi yakni pertama membuat Kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari unsur pemerintahan, DLLAJ, kepolisian, Organda, dan perwakilan koperasi. Kedua mengkaji apa yang menjadi keberatan para pemilik angkot, dan ketiga bagi pemilik atau sopir yang belum menyerahkan KP dapat dikembalikan ke perorangan.