Senin 21 Dec 2015 22:50 WIB

Survei: SDM Masih Masalah Pelayanan Dokumen Kependudukan

Rep: C97/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga pendatang mengantre untuk membuat Surat Keterangan Domisili Sementara (SKDS) yang dilakukan oleh Petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Administrasi (Dukcapil) Jakarta Barat Kelurahan Palmerah, Rabu (20/8). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga pendatang mengantre untuk membuat Surat Keterangan Domisili Sementara (SKDS) yang dilakukan oleh Petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Administrasi (Dukcapil) Jakarta Barat Kelurahan Palmerah, Rabu (20/8). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Berdasarkan hasil survei kepuasan pelayananan dokumen kependudukan Kabupaten Sleman, faktor sumber daya manusia masih jadi permasalahan utama. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Tim Riset Pelayanan Dokumen Kependudukan dari UGM, Hempri Suyatna.

Menurutnya banyak sekali koresponden yang komplain sekaligus menyatakan bahwa petugas front office di Kantor desa, kecamatan, serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) kurang ramah dan informatif. Ia berpendapat hal ini disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah petugas dan antrean berkas yang harus dikerjakan.

"Buktinya di Disdukcapil petugas front office hanya ada dua orang," kata Hempri saat ditemui di Ruang Bagian Humas Pemkab Sleman, Senin (21/12). Padahal penduduk yang harus dilayani dalam sehari bisa berjumlah ratusan orang.

Selain itu, keluhan utama dari masyarakat adalah jangka waktu pembuatan akta lahir yang lama. Dosen Fisipol UGM itu mengatakan, berdasarkan survey yang dilakukan timnya, pengurusan akta lahir paling lama yaitu 30 hari. Sedangkan rata-rata penduduk mengurus akta lahir selama satu minggu.

Ia juga mengatakan, tidak adanya standar waktu pembuatan dokumen menjadi permasalahan yang harus diatasi Pemkab Sleman. "Maka itu sebaiknya pemerintah membuat standar waktu pengerjaan dokumen kependudukan. Standarnya pun harus sama, baik di kantor desa, kecamatan, maupun Disdukcapil," ujarnya.

Hal lain yang menjadi perhatian masyarakat adalah sarana ruang tunggu yang terlalu sempit. Hal ini berdampak pada kenyamanan penduduk saat mengurus dokumen kependudukan. Masalah biaya pembuatan dokumen pun masih menjadi persoalan yang harus diperhatikan pemerintah.

Menurut Hempri baik kantor desa, kecamatan, maupun disdukcapil memang sudah tidak menetapkan harga. Tapi di tengah-tengah masyarakat tetap ada saja broker pembuatan dokumen tersebut. Ia mengakui keberadaan broker memang sulit untuk dihilangkan.

Namun setidaknya pemerintah harus berusaha menekan biaya pembuatan dokumen tersebut. "Misalnya harga pembuatannya harus disamakan. Tentunya dengan biaya yang murah," kata Hempri.

Meski begitu, Hempri mengemukakan, secara keseluruhan pelayanan Pemkab Sleman masih dinilai bagus. Sebab kepuasan terhadap pelayanan pembuatan e-KTP sendiri mencapai 83 persen.  Sementara kepuasan pembuatan akta lahir 83 persen, dan surat keterangan keluaraga (KK) 86 persen.

Adapun riset yang dilakukan mengambil sampel dari delapan kecamatan yang mewakili struktur penduduk urban, rural, dan suburban. Antara lain Berbah, Moyudan, Cangkringan, Ngaglik, Depok, Prambanan, Minggir, dan Sleman.

Total koresponden berjumlah 496 orang. Sementara objek riset meliputi tiga produk catatan sipil pemerintah, yakni e-KTP, KK, dan akte kelahiran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement