REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan dan transportasi asal Universitas Indonesia (UI), Lisman Manurung, menilai publik memang sudah menghendaki adanya penertiban terhadap Metromini yang tidak laik beroperasi. Keinginan publik ini didasari pada maraknya kecelakaan yang melibatkan Metromini, yang tidak jarang menimbulkan korban jiwa.
Pada hari ini, Senin (21/12), sejumlah armada Metromini melakukan aksi mogok beroperasi sebagai bentuk protes kepada Dinas Perhubungan (Dishub) Pemprov DKI Jakarta, yang mengandangkan 289 unit Metromini. Pengandangan ini dilakukan Dishub DKI Jakarta lantaran dianggap tidak laik beroperasi.
Lisman menilai, pengelola Metromini memang tidak bisa menghindari kemungkinan untuk melakukan peremajaan terhadap armada-armadanya. Terlebih, hal ini menyangkut keselamatan penumpang.
''Ya tidak bisa dipertahankan, kendaraan yang sudah 30 tahun lebih, memang harus diganti. Harus ada kesadaran dari para pengelola dan sopir Metromini soal keselamatan penumpang,'' kata Lisman saat dihubungi Republika.co.id, Senin (21/12).
Lebih lanjut, Lisman mengungkapkan, Pemerintah Provinsi DKI memang harus segera mengambil sikap terkait standar mutu dari angkutan umum, terutama Metromini. ''Tidak ada pilihan lain lagi, atau masyarakat akan marah,'' kata Lisman.
Tidak hanya itu, menurut Lisman, pada awal pembentukannya Metromini hadir sebagai jawaban dari permasalahan transportasi di Jakarta. Pada saat itu, bus-bus ukurang sedang menjadi salah satu pilihan lantaran pemerintah memiliki keterbatasan dalam kemampuan finansial untuk mendatangkan bus ukuran besar.
Selain itu, dalam pengelolaan, pemerintah juga memberikan konsesi kepada pihak swasta. ''Tapi kan saat ini, pemerintah sudah memiliki dana dan sudah berani melakukan investasi untuk mendatangkan bus besar,'' ujar Lisman.