REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Hafil/Wartawan Republika.co.id
Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang melebihi kapasitas hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Kondisi tersebut bisa mengganggu kejiwaan penghuni Lapas, baik narapidana (napi) atau warga binaan maupun pihak petugas.
Tak jarang, berbagai keributan dan kerusuhan terjadi di sejumlah Lapas di Indonesia. Ini dinilai karena seorang napi stres menghadapi kondisi kelebihan kapasitas tersebut. Kegiatan berkebun menjadi salah satu cara pihak pengelola Lapas untuk membuat napi memiliki kegiatan positif yang berpengaruh terhadap kejiwaannya. Bahkan, dari berkebun muncul sifat kasih sayang antara napi dengan lingkungan sekitarnya.
Itulah yang dirasakan oleh Dirman (42 tahun), seorang napi Klas II A Bekasi. Setelah mengikuti pelatihan di bidang pertanian dan perkebunan yang diberikan oleh pengelola Lapas, Dirman merasakan ada perubahan dalam dirinya.
“Yang saya rasakan adalah berkebun mengikis amarah saya dan karakter saya yang memiliki sifat kekerasan,” kata Dirman kepada Republika.co.id saat ditemui di pameran Festival Napi Berkebun di Plaza Festival GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan, Jakarta, Sabtu (19/12).
Kegiatan Festival Napi Berkebun ini merupakan hajat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM bekerjasama dengan Yayasan Indonesia. Kegiatan ini bertajuk “Napi Dibina Untuk Berguna.” Acara ini juga sebagai ajang pameran dan pemasaran produk holtikultura yang dihasilkan oleh napi dari sejumlah Lapas di Indonesia.
Dirman mengaku mengerti arti kasih sayang dengan berkebun. Sebatang tanaman yang dia tanam sejak masih bibit, disiram, diberi pupuk, hingga tanaman itu besar dan berbuah, menjadi contoh berkebun menciptakan rasa kasih sayang terhadap makhluk ciptaan Tuhan.
“Yang saya tanam bukan hanya sebatang, tapi ratusan tanaman di pekarangan Lapas,” kata Dirman.
Dari merawat tanaman itu, dia menyadari bahwa kasih sayang tidak hanya diberlakukan kepada tumbuh-tumbuhan. Tapi juga makhluk ciptaan Tuhan lainnya. “Jadi kita sesama makhluk hidup jangan saling menyakiti, tetapi saling merawat dan berbagi,” katanya.
Sehingga, Dirman selama Lapas selalu menghindari gesekan-gesekan yang terjadi sesama napi. Karena gesekan tersebut biasanya berujung pada kericuhan di dalam penjara.
Selain memunculkan rasa kasih sayang, dampak berkebun lainnya bagi Dirman adalah ia mendapat pengetahuan tentang pertanian. Dia banyak belajar tentang mencangkok tanaman dengan baik, menanam sayuran, mengurus tanaman, dan pembibitan.
Pengetahuan itulah yang akan dia jadikan sebagai bekal jika telah bebas sekitar empat bulan lagi. “Saya ada kepikiran untuk berwirausaha dengan membuat usaha tanaman di pinggir-pinggir jalan,” kata Dirman yang divonis tiga tahun penjara akibat kasus kriminal murni tersebut.
Menurut Dirman, mendapat keahlian berkebun ini seolah mengingatkan masa kecilnya yang hidup di pedesaan. Apalagi, kedua orang tuanya berprofesi sebagai petani di Cikarang, Jawa Barat.
“Saya menjadikan bekal pengetahuan berkebun ini sebagai persiapan saya di masa tua nanti. Ingin seperti orang tua, hidup damai di desa,” katanya.
Samsun, Kepala Seksi Kegiatan Kerja Lapas Klas II A Bekasi mengatakan, kegiatan berkebun memang menjadi salah satu pembinaan yang diberikan pihak pengelola Lapas kepada napi. Cara tersebut sangat efektif untuk mengurangi tingkat beban yang dihadapi napi di sana. “Kapasitas Lapas kita sebenarnya 470 orang tapi isinya 1.587 orang,” kata Samsun.
Menurut Samsun, pihaknya memiliki pekarangan seluas 800 meter yang digunakan untuk napi berkebun. Napi-napi yang boleh mendapatkan berkebun itu tetap harus mengikuti proses seleksi. Yakni, seleksi administrasi berupa masa hukuman yang telah dijalani dan seleksi bakat. “Kebetulan kita lihat Dirman ini punya minat dan bakat di bidang pertanian, “ kata Samsun.
Dari berkebun itu, ada keuntungan yang diperoleh baik untuk pihak Lapas secara umum maupun napi yang mengikuti kegiatan itu. Setiap bulan, keuntungan yang diperoleh dari penjualan sayuran mencapai Rp 600 ribu dan ini menjadi tabungan bagi napi yang berkebun. Selain itu, sayur-sayuran juga menjadi bahan makanan para penghuni Lapas tanpa harus membeli.
Pembinaan itu juga melibatkan pihak pemerintah daerah setempat, yakni dinas pertanian dan perkebunan. Di mana, ahli-ahli dari pemerintah setempat rutin memberikan pelatihan dan penyuluhan mengenai pertanian dan perkebunan kepada napi.
Wisata perkebunan
Manfaat berkebun bagi napi juga diterangkan oleh Kepala Seksi Kegiatan Kerja Lapas Klas II A Palangkaraya, Eka Prayitno. Berdasarkan pengakuan para napi ke Eka, mereka merasakan manfaat kesehatan jiwa dan raga yang sangat baik dari berkebun.
“Bagi napi di Palangkaraya, lelah saja ketika berkebun sudah merupakan kebahagian bagi mereka. Karena, ketika mereka beristirahat mereka melihat hamparan tumbuh-tumbuhan hijau di sekelilingnya,” kata Eka yang juga ikut dalam pameran Festival Napi Berkebun.
Para napi bisa merasakan sinar matahari pagi dan tubuhnya juga bergerak. Sehingga, tingkat beban mereka di dalam Lapas jauh berkurang.
Tidak hanya bagi napi, warga sekitar juga merasakan manfaatnya. Warga bisa melihat lahan seluas 2 hektare milik Lapas Klas II A Palangkaraya yang dipenuhi berbagai tumbuh-tumbuhan. “Jadi ini semacam wisata perkebunan bagi warga sekitar,” kata Eka.
Warga juga melihat aktivitas napi yang berkebun. Sehingga, tanpa perlu mempromosikan, warga bisa mengerti bahwa fungsi dari Lapas adalah membina napi untuk bermasyarakat dan membekali mereka dengan berbagai keterampilan yang bermanfaat.
“Jadi ini napi berkebun ini bisa membangun image positif bagi penghuni Lapas yang selama ini diidentikan dengan kekerasan dan berisi orang-orang kriminal,” kata Eka.