Sabtu 19 Dec 2015 07:27 WIB

Soal Ojek Online, Organda DKI: Harusnya Pemerintah Revisi UU Lebih Dulu

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
Layanan ojek motor berbasis aplikasi, Gojek, membawa penumpangnya.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layanan ojek motor berbasis aplikasi, Gojek, membawa penumpangnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Presiden RI Joko Widodo yang mengizinkan ojek dan taksi online beroperasi dinilai kurang tepat.

Pasalnya itu sama saja Jokowi mengabaikan amanat UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).

"Ini memalukan sekali, saya kecewa. Kalau mau, mestinya Presiden merevisi UU tersebut terlebih dahulu," kata Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan kepada Republika.co.id, Jumat (18/12) kemarin.

Harusnya pemerintah mampu menjaga kewibaannya. Pemerintah hendaknya tidak hanya membela kepentingan sebagian rakyat saja, namun juga mengayomi seluruh rakyat.

Mestinya Jokowi bijak melihat situasi. Shafruhan menyebut dirinya  bukanlah tidak setuju dengan keberadaan ojek. Dia juga mengetahui kebutuhan masyarakat ada di situ. Jokowi mestinya bisa  mengayomi kebutuhan itu dengan tidak melanggar UU yang dibuat oleh pemerintah sendiri.

Dia lantas mempertanyakan, bagaimana mungkin penguasanya melanggar UU, padahal saat disumpah jabatan, mereka menyatakan akan menjalankan semua amanat UU dan peraturan.

"Nah ini dilanggar, bahkan dia (Jokowi) perintahkan Jonan yang tadinya tegas menjalankan UU tiba-tiba memperbolehkan transportasi online beroperasi. Kami prihatin, kasihan," jelasnya.

Organda DKI sendiri telah sejak lama memprotes keberadaan ojek, baik itu ojek pangkalan ataupun yang berbasis aplikasi. Namun protes tersebut tidak digubris pemerintah. Organda, kata Shafruhan, hanyalah organisasi bukan regulator sehingga tidak berwenang menutup izin operasi satu transportasi tertentu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement