REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI telah menetapkan lima pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari 10 nama Calon Pimpinan (Capim) KPK, sebenarnya ada dua nama yang tidak asing bagi KPK, yaitu Busyro Muqoddas dan Johan Budi. Namun, Komisi III tidak memilih dan memasukkan kedua nama mantan pimpinan KPK itu ke dalam komposisi pimpinan KPK yang baru.
Hal ini pun disesalkan oleh Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril. Menurutnya, publik berharap, dua figur itu terpilih sebagai pimpinan KPK yang baru karena pengalaman dan integritas dari dua sosok tersebut.
''Sebenarnya publik berharap mereka bisa terpilih, karena mereka memiliki pengalaman dan integritas yang baik. Jadi ini cukup disayangkan, cara berpikir DPR dalam memilih pimpinan KPK yang baru,'' ujar Oce ketika dihubungi Republika, Jumat (18/12).
Tidak hanya itu, Oce menilai, secara politik, DPR memang tidak menyukai sepak terjang dari Busyro dan Johan Budi dalam upaya memberantas korupsi. Pada saat mereka menjadi pimpinan KPK, menurut Oce, baik Busyro dan Johan kerap memburu politisi-politisi yang korup.
''Pasti DPR juga tidak menyenangi mereka, secara politik. Itu tergambar dari hasil voting yang didapatkan mereka, sangat rendah,'' kata Oce.
Dalam rapat penetapan pimpinan KPk, Kamis (16/12) kemarin, Komisi III DPR RI memutuskan penetapan pimpinan KPK menggunakan skema voting. Dari 54 anggota Komisi III DPR yang memilih lima orang capim sekaligus, Johan Budi hanya mendapatkan 25 suara, sedangkan Busyro hanya meraih dua suara.